Pendapat Hukum Tentang 2 Terdakwa WNA yang Lolos dari Jerat Hukum

- Wartawan

Rabu, 1 Februari 2023 - 19:30 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Zulkarnain Yoisangadji, S.H

Zulkarnain Yoisangadji, S.H

Legal Opini oleh: Zulkarnain Yoisangadji

 

Posisi Kasus

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Camingawan dan Jenni Bataga adalah sepasang suami istri yang kedapatan berimigran ke Negara Indonesia, tepatnya di Desa Gorua Selatan, Tobelo Utara, Halmahera Utara, Maluku Utara. Keduanya berasal dari Negara Filipina yang kini menerobos memasuki teritorial Negara Indonesia pada tahun 2022 lalu, tanpa melalui prosedur atau Tempat Pemeriksaan Imigran (TPI).

Dua orang yang belakangan diketahui sebagai sepasang suami istri itu lantas ditangkap oleh pihak yang berwajib dan diproses secara hukum, dan ditetapkan sebagai tersangka, sampai pada pelimpahan berkas perkaranya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dituntut dan diadili di Pengadilan Negeri Tobelo.

Ketentuan Hukum

Mereka dipidanakan berdasarkan UU No 6 tahun 2011 Tentang Imigran Pasal 113, Pasal 9 ayat 1, dan UU No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP Pasal 20 ayat 3 dan pasal 21 ayat 4 huruf a.

Pertanyaan Hukum

Dari uraian di atas menimbulkan beberapa pertanyaan, yang pertama adalah dalam UU No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana selanjutnya disingkat KUHAP bahwa melakukan penahanan dalam setiap tingkatan pemeriksaan oleh instansi penegak hukum standaritas ancaman pidananya berapa tahun baru memenuhi syarat seseorang ditahan?

Kedua apa saja syarat subjektivitas dari instansi yang menahan? Kemudian adalah berapa ancaman pidana seorang imigran yang ilegal menerobos masuk ke Negara Indonesia tanpa melalui prosedur Pemeriksaan Tempat Imigran berdasarkan UU No 6 tahun 2011 Tentang Imigran?

Analis

Berdasarkan UU No 6 tahun 2011 Tentang Imigran, keimigran adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara. Pasal 9 ayat 1 tentang keimigran menyatakan setiap orang yang masuk atau keluar Wilaya Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.

Apabila Dokumen dalam pasal 9 ayat 1 tidak dipenuhi maka berpotensi diancam dengan pidana penjara sebagai mana diterangkan dalam Pasal 113 Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilaya Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

BACA JUGA :  Bukan Politik Identitas Tapi Lebih Tepatnya Politik Rasisme

Dikarenakan dalam hal ini, statusnya sepasang suami istri dari Negara Filipina adalah Tersangka dan Terdakwa yang mempunyai wewenang dalam hal penahanan Tersangka atau Terdakwa adalah ketiga instansi diantaranya Penyidik, JPU dan Hakim, sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 20 ayat (1), (2, (3) UU No 8 tahun 1981 untuk kepentingan Penyidikan, untuk Kepentingan Penuntutan dan untuk Kepentingan Pemeriksaan hakim di pengadilan ketiga instansi ini berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.

Alasan subjektifitas dalam pasal 21 UU No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP dalam hal adanya keadan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, murusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

Beberapa unsur di atas itulah yang menjadi landasan dari instansi terkait melakukan penahanan terhadap Tersangka atau Terdakwa. Mengenai Pasal 21 ayat 4 huruf (a) UU No 8 tahun 1981, menyatakan Penahanan tersebuat hanya dapat dikenakan terhadap Tersangka atau Terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebuat dalam hal ini: huruf a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Sederhananya tersangka atau terdakwa bisa ditahan apabila ancaman pidana di atas 5 (lima) tahun dan kalau tidak memenuhi ancaman pidana penjara di atas 5 (lima) tahun atau lebih tidak diindahkan untuk melakukan penahanan.

Kesimpulan: Dalam Pasal 113 UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigran kiranya jelas, soal subjek hukum yang tidak mematuhi ketentuan keimigran, bisa berakibat hukum, sebagaimana kasus yang menimpa kedua sepasang suamai sistri asal Negara Filipina itu. Pasal 104 tentang keimigran melalui hukum acara pidana penyidik bertindak untuk melakukan penangkapan sesuai Undang-undang yang berlaku. Dikarenakan kedunya melakukan imigran tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigran (TPI) yang berada di Tobelo, Gorua Selatan. Halmahera Utara.

BACA JUGA :  Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru

Terhadap Instansi yang berwenang melakukan penahanan terhadap kedua Tersangka atau Terdakwa itu harusnya ancaman pidananya 5 (lima) tahun atau lebih baru kiranya bisa ketiga instansi tersebuat boleh melakukan penahanan, yang kini dialihkan satatus tahanan kota. Dalam kasus ini ancamannya hanya 1 (satu) tahun sebagaimana diterangkan dalam Pasal 113 tentang ke imigran, olehnya itu Pasal 21 ayat 4 huruf a tidak seharus ketiga instansi itu melakukan penahanan kepada kedua sepasang suami istri imigran.

Kesimpulan

Dalam hal kasus ini, ketentuan dalam KUHAP masih ada ketidakjelasan norma yang tidak sepadan dengan fakta hukum didalam praktek, sehingga instansi yang berwenang untuk melakukan penahanan terhadap kasus ini akan bertabrakan dengan ketentuan pasal 21 ayat 4 huruf a. artinya bahawa ancaman pidanya hanya satu tahun dalam undang-undang imigran, akan tetapi dalam KUHAP boleh melakukan penahanan apabila ancaman pidananya 5 (lima) tahun atau lebih, apabila ancaman di bawah 5 (lima) tahun tidak diperkenan oleh KUHAP untuk ketiga instansi itu melakukan penahanan kepada Tersangka atau Terdakwa.

Kiranya prinsip asas equality before the law semua diperlakukan sama di hadapan hukum. Sangat tepat instansi yang berwenang melakukan penahanan kini di alihkan menjadi status tahanan kota. Agar tidak bertabrakan dengan ketntuan hukum acara pidana Indonesia.

Penulis sependapat dengan instansi yang melakukan pengalihan penahanan menjadi status tahanan kota.

Hanya saja hukum acara pidana kita belum bicara pada tahapan yang lebih progres. Agar tidak terulang kembali hal yang sama  2 orang sepasang suami istri, yang ditahan dengan status tahanan kota bisa berpotensi sangat besar untuk melarikan diri ke Negara asalnya. Perlu kiranya sesegeramungkin susulan UU acara pidana Indonesia segera diadakan, untuk kepentingan cita-cita hukum yang lebih baik kedepannya. Sangat disayangkan KUHAP Indonesia belum mengidentifikasi samapi sejau itu.

Berita Terkait

Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia
2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara
Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara
Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru
Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos
Ayat Suci
Buruh Pabrik
Daun Malam

Berita Terkait

Sabtu, 2 November 2024 - 13:18 WIT

Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia

Sabtu, 28 September 2024 - 15:24 WIT

2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 14:50 WIT

Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara

Jumat, 30 Agustus 2024 - 23:11 WIT

Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru

Minggu, 14 Juli 2024 - 12:47 WIT

Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos

Kamis, 13 Juni 2024 - 08:42 WIT

Ayat Suci

Sabtu, 16 Maret 2024 - 23:04 WIT

Buruh Pabrik

Kamis, 14 Maret 2024 - 18:21 WIT

Daun Malam

Berita Terbaru