PT IWIP dan KLHK Didemo, Massa Aksi: Sumber Bencana di Pulau Halmahera 

- Wartawan

Kamis, 1 Agustus 2024 - 10:13 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dokumentasi Aksi di Depan Kantor KLHK. (Jatam for Rakyatmu)

Dokumentasi Aksi di Depan Kantor KLHK. (Jatam for Rakyatmu)

RAKYATMU.COM – PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) merupakan perusahaan pertambangan keruk nikel di Kabupaten Halmahera Tengah yang menjadi sumber bencana di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara hingga merendam sejumlah desa sekitar satu sampai 3 meter saat bencana banjir pada 21-24 Juli 2024.

Bencana yang selalu dialami warga Halmahera, membuat Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Enter Nusantara, Front Mahasiswa Nasional (FMN) dan Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) bersama warga Pulau Halmahera berdemonstrasi di depan kantor pusat PT IWIP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Kamis (1/8/2024).

Demonstrasi ini merupakan bentuk protes dan kekecewaan masyarakat atas bencana banjir di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur yang melumpuhkan sejumlah desa, mencakup Desa Lelilef Woebulan, Lukulamo, hingga area Transmigran Kobe yang meliputi Woekob, Woejerana, dan Kulo Jaya di Weda Tengah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Banjir juga meluas ke Sagea hingga area Transmigran Waleh di Weda Utara, sehingga menyebabkan sedikitnya 1.670 jiwa terpaksa mengungsi. Di Halmahera Timur, banjir merendam 12 desa.

Selain banjir, longsor terjadi di beberapa ruas jalan lintas Buli-Subaim, Buli-Maba Tengah, dan di sepanjang Jalan Uni-Uni, Halmahera Timur. Sementara di Halmahera Tengah, longsor memutus akses jalan Trans Pulau Halmahera yang menghubungkan Payahe-Oba di Kota Tidore Kepulauan dengan Weda.

Jatam menyebutkan, bencana banjir berulang ini dipicu oleh penggusuran hutan yang begitu masif. Global Forest Watch mencatat, sejak 2021 hingga 2023, Halmahera Tengah kehilangan 27,9 kilo hektar (kha) tutupan pohon, setara dengan penurunan 13% tutupan pohon sejak tahun 2000, dan melepaskan emisi gas rumah kaca sebesar 22.4 Mt CO₂e.

BACA JUGA :  Angka Stunting di Kota Ternate Turun 17,7 Persen

Kehilangan tutupan pohon yang dominan terjadi pada kawasan konsesi penambangan nikel tersebut, menyebabkan berbagai degradasi sumber daya air tawar dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.

Laporan terbaru JATAM terkait industri keruk nikel di Halmahera menunjukkan, terdapat berbagai potensi bencana yang dipicu aktivitas tambang, terutama akibat penggusuran hutan sebagai pengatur tata air dalam ekosistem, dan penggusuran ruang hidup masyarakat.

Dalam laporan disebutkan, wilayah Halmahera Tengah dengan luas 227.683 hektar (Ha) telah dikepung 23 izin nikel, 4 izin di antaranya melintasi batas administratif Halmahera Tengah dan Halmahera Timur.

Adapun total luas izin yang dikuasai perusahaan nikel mencapai 95.736,56 Ha atau sekitar 42% dari luas Halmahera Tengah dengan luas bukaan lahan untuk tambang mencapai 21.098,24 Ha, yang sebagian besar berada di wilayah hutan dan merupakan hulu sungai besar di Halmahera.

Hutan yang dimusnahkan sebagian besar berada di wilayah hulu-hulu sungai besar, seperti Sungai Kobe, sehingga menghadirkan berbagai situasi genting akibat bencana hidrometeorologi. Penggusuran hutan yang mengubah bentang alam tersebut dimotori oleh aktivitas PT IWIP dan berbagai tambang nikel milik perusahaan pemasok bahan baku untuk IWIP.

Begitu pula dengan lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber pangan utama untuk seluruh masyarakat Halmahera, yang kolaps akibat aktivitas tambang nikel. Penghancuran ruang pangan warga terjadi di Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulan, Desa Gemaf, Desa Sagea, Desa Fritu, Desa Waleh, serta Desa Kulo Jaya dan Desa Woejerana.

BACA JUGA :  Disnakertrans Kepulauan Sula Prediksi Tahun 2025 Pencari Kerja di Perusahaan Tambang Tinggi

Diikuti dengan kerusakan wilayah penunjang pasokan pangan di area Transmigran Kobe lain seperti di Desa Woekob. Kini warga Halmahera menggantungkan kebutuhan pangan dari wilayah Transmigran Wairoro, Weda Selatan dan Transmigran Waleh di Weda Utara, Halmahera Tengah.

Penggusuran hutan di hulu sungai berdampak pula hingga ke pesisir. Kondisi ini diperburuk oleh aktivitas pengolahan nikel yang mencemari perairan, dari hulu sungai hingga pesisir, dengan cemaran logam berat.

Nelayan kini harus memutar layar lebih jauh karena perairan di sepanjang pesisir Teluk Weda telah tercemar. Akibat produktivitas nelayan yang semakin rendah, pasokan ikan untuk warga Halmahera Tengah kini disangga oleh Pulau Gebe, Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, dan wilayah Oba di Kota Tidore Kepulauan.

Aktivitas tambang nikel tidak hanya merusak lingkungan dan mencemari sumber pangan dan air warga, ancaman kriminalisasi warga untuk mempertahankan hak-haknya akan kian masif terjadi. Jika kondisi ini terus dipertahankan, kerusakan ekologi akan berujung pada semakin tingginya angka kemiskinan dan memperlebar jurang kedalaman kemiskinan.

Untuk itu, massa aksi dari koalisi Masyarakat Sipil menuntut pemerintah pusat dan daerah, serta perusahaan tambang nikel harus segera bertanggung jawab atas bencana banjir yang terjadi dan potensi bencana yang akan datang di kemudian hari.

“Tentunya tidak hanya dengan memberikan bantuan sosial atas kerugian yang diderita warga akibat bencana banjir, tetapi menghentikan segala kegiatan ekstraksi yang telah menjadi sumber bencana dan menghancurkan ruang hidup dan sumber penghidupan warga Halmahera,” tegas Jatam dalam siaran pers. (**)

Berita Terkait

Fathiyah: Ambulans Laut Bukan Sekedar Transportasi, tapi Bukti Pemerataan Akses Kesehatan Warga
Pemda Pulau Taliabu Didesak Segera Rampungkan RPJMD
GM Bela Hotel Ternate Hadir Memberikan Manfaat pada Program Genting
Kejari Ternate Dukung Program Genting Wujudkan Generasi Emas
Ayo Jadi Orang Tua Asuh untuk Cegah Stunting di Kota Ternate
Yuk Dukung Program Genting untuk Generasi Sehat dan Kuat di Kota Ternate
Ketua PA Ternate Bersedia Jadi Orang Tua Asuh untuk 7 Baduta Berisiko Stunting
DPPKB Kota Ternate Kolaborasi Tekan Angka Stunting Lewat Program Genting

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 09:04 WIT

Fathiyah: Ambulans Laut Bukan Sekedar Transportasi, tapi Bukti Pemerataan Akses Kesehatan Warga

Rabu, 22 Oktober 2025 - 19:55 WIT

Pemda Pulau Taliabu Didesak Segera Rampungkan RPJMD

Rabu, 22 Oktober 2025 - 02:53 WIT

GM Bela Hotel Ternate Hadir Memberikan Manfaat pada Program Genting

Senin, 20 Oktober 2025 - 20:33 WIT

Ayo Jadi Orang Tua Asuh untuk Cegah Stunting di Kota Ternate

Senin, 20 Oktober 2025 - 19:36 WIT

Yuk Dukung Program Genting untuk Generasi Sehat dan Kuat di Kota Ternate

Minggu, 19 Oktober 2025 - 16:19 WIT

Ketua PA Ternate Bersedia Jadi Orang Tua Asuh untuk 7 Baduta Berisiko Stunting

Minggu, 19 Oktober 2025 - 15:36 WIT

DPPKB Kota Ternate Kolaborasi Tekan Angka Stunting Lewat Program Genting

Minggu, 19 Oktober 2025 - 15:02 WIT

Perkuat Program Genting, DPPKB Ternate Audiensi dengan Wawali, Ketua PA dan Wakil Ketua DPRD

Berita Terbaru

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Pulau Taliabu, Budiman L. Mayabubun. (Rakyatmu)

Daerah

Pemda Pulau Taliabu Didesak Segera Rampungkan RPJMD

Rabu, 22 Okt 2025 - 19:55 WIT

Ruang Menulis

Citra Kejari Sula Dipertaruhkan dalam Kasus Korupsi BTT

Selasa, 21 Okt 2025 - 10:52 WIT