RAKYTAMU.COM – Pemilik Kapal Tangkap Ikan (KTI) Berkapasitas 30 GT (Gross Tonage) Maluku Utara keluhkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-Subsidi, karena kapal diatas 30 GT masuk kategori industri sehingga tidak mendapatkan BBM bersubsidi.
Ketua Ngofa Nelayan Kota Ternate Irwan Umar menyampaikan, hal ini diatur dalam Perpres No.191/2014 bahwa kuota BBM subsidi khusus nelayan tidak lagi diberikan untuk kapal di atas 30 GT. Sementara, Maluku Utara kapal kapasitas itu hanya dimiliki perorangan bukan perusahaan.
Menurut dia, ini juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Regulasi tersebut, menurutnya sangat membatasi ruang gerak, karena KTI berkapasitas 30 GT dikategorikan sebagai industri, sehingga tidak mendapatkan BBM bersubsidi.
“Jadi buatlah regulasi yang aman dan nyaman dan tidak berbelit-belit, meskipun sudah ada aplikasi untuk mendaftar tetapi masih saja menghambat proses pengurusan, karena saya mengurus izin kapal kapasitas 30 GT tertunda hingga 3 bulan lebih,” kata Irwan.
Sebelumnya, lanjut dia pengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) per satu tahun, tetapi sekarang diberlakukan sekali pembongkaran ikan langsung dipungut PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) 5 persen.
Pajak ini, kata dia, sangat membebaninya sebab tidak seimbang dengan harga BBM, sehingga ia mencari harga pasar yang lebih tinggi.
“Sekarang harga BBM yang dipakai Rp 15.250 per liter, sekali melaut dengan jarak 10 mil harus mempersiapkan Rp 10 juta. Namun, melaut diperairan wilayah Bacan atau Tobelo bisa mencapai Rp 25 juta sampai Rp 40 juta, untuk BBM, es batu, air dan biaya hidup lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Maluku Utara Hamka karapesina, menjelaskan bahwa pemerintah sudah harus memikirkan langka strategis terkait dengan situasi kapal Inka Mina di Maluku Utara, karena konteksnya berbeda dengan daerah Jawa.
Dia katakan, kalau di Jawa itu bicara pada faktor Industrialisasi, tetapi Kapal Inka Mina di Maluku Utara milik perseorangan. Artinya mereka membutuhkan kemudahan untuk mendapatkan akses BBM.
“Kami melihat sangat terkendali sekali bagi rekan-rekan untuk mendapatkan BMM bersubsidi, karena batasnya kapal dibawah 30 GT baru bisa mendapatkan BBM bersubsidi, sedangkan diatas dari itu tidak,” ujarnya.
Menurut dia, dampak dari harga BBM yang meningkat akan berpengaruh terhadap melonjaknya harga ikan.
Olehnya itu, DPD HNSI akan menyurat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi II DPRD RI dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, agar kiranya persoalan BBM ini bisa dipikirkan kembali khususnya nelayan Inka Mina di Provinsi Maluku Utara.
Dia mengatakan, bahan bakar minyak yang mereka dapatkan non-subsidi, ini sangat memberatkan. Selain itu, lanjut dia, strategi yang sarankan Kepala Dinas DKP Maluku Utara Abdullah Assagaf mengenai substitusi silang atau saling melengkapi satu dengan yang lain.
“Misalnya, kapal dibawah 30 GT mengambil BBM dengan kuota yang lebih agar memberikan kapal diatas 30 GT. Saya pikir ini kan menyalahi aturan, kita butuh regulasi yang jelas supaya tidak memberatkan nelayan,” sebutnya.
“Aturan sudah jelas bahwa edaran BPH Migas mengatur bahwa BBM bersubsidi itu harus diberikan sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Kementerian bahwa kapal diatas 30 GT tidak boleh mengakses BBM bersubsidi tapi beda konteks di Maluku Utara itu sesungguhnya ada pengecualian,” sambungnya menjelaskan.
Terpisah, Asisten II Bidang Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Setda Sri Haryanti Hatari, menuturkan apa yang kemudian menjadi hambatan nelayan akan disampaikan kepada Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
“Saya melaporkan ini terkait dengan bagaimana mengendalikan inflasi Maluku Utara, karena salah satu pemicunya adalah komoditas ikan. Dan saya suda mendengar keluhan para nelayan salah satunya terkait BBM,” kata Sri, saat ditemui reporter Rakyatmu.com ketika menghadiri kegiatan simulasi pembongkaran ikan di Tempat Pemasaran Ikan (TPI) Higienis di Pelabuhan Perikanan Dufa-dufa, Kota Ternate, belum lama ini.
Untuk mengatasi masalah BBM yang dihadapi para nelayan. Sri katakan, akan berkoordinasi dengan satgas BBM Maluku Utara.
“Nanti saya koordinasi dengan BPH Migas dan selanjutnya mengundang nelayan supaya mendudukan masalah lalu mencari solusinya,” tutupnya. (Ata)