Perampasan Hak Atas Air dan Ruang Hidup yang Sehat
Tak hanya merampas ruang hidup warga Halmahera, IWIP juga merampas hak asasi warga atas akses air bersih. IWIP menjelma menjadi raksasa penghisap air terbesar di Halmahera Tengah. Dalam sehari, IWIP dapat mengekstraksi air baku dari Sungai Sagea, Sungai Kobe, Sungai Sake, dan Sungai Wosia sebesar 27.000 m3/hari.
Jumlah ini melampaui kebutuhan air untuk seluruh penduduk Halmahera Tengah yang berjumlah 96.977 jiwa pada 2023, yang sebesar 10.667,47 m3/hari (dengan angka konsumsi 110 L/orang/hari).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebutuhan air yang besar tersebut membuat warga yang menggantungkan sungai sebagai sumber pemenuhan air bersih, harus berebut air dengan perusahaan dan menambah beban sungai sebagai penyedia air baku. Dari penelusuran JATAM, perusahaan merebut akses air bersih bagi warga Desa Gemaf dan Desa Lelilef Sawai dengan melakukan privatisasi pengelolaan air Sungai Wosia dan Ake Sake.
Perampasan hak warga atas air bersih juga dilakukan dengan mencemari sungai. Berbagai uji sampel air yang dilakukan JATAM pada 2023 dan 2024 di Sungai Woesna atau Wosia, Sungai Kobe, Ake Doma, dan Sungai Sagea menunjukkan sungai-sungai tersebut telah tercemar dan tidak layak lagi digunakan sebagai sumber pemenuhan air baku untuk kebutuhan minum dan memasak.
Dalam dua periode pengujian tersebut, ditemukan cemaran nikel dalam air sungai yang berisiko menimbulkan serangkaian gangguan kesehatan bagi manusia dan biota perairan. Pada pengujian di tahun 2023, ditemukan kandungan nikel total di Ake Doma dengan nilai mencapai 4,55 mg/L, Sungai Wosia 4,37 mg/L, dan Sungai Kobe 4,84 mg/L.
Cemaran serupa ditemukan pada pengujian 2024 di Sungai Sagea sebesar 0,0474 mg/L atau nyaris mendekati ambang batas maksimal yang disyaratkan oleh regulasi untuk mewujudkan ekosistem sungai yang sehat.
Ketiga nilai tersebut melampaui ambang baku maksimal bagi ekosistem sungai sehat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur batas maksimal cemaran nikel di air sungai adalah 0,5 mg/L.
Adanya kandungan nikel tersebut telah menguatkan hipotesis pencemaran sungai berasal dari aktivitas penambangan nikel yang membongkar hutan dan merampas lahan warga di hulu sungai. Air yang telah tercemar kandungan logam berat nikel yang beracun serta mematikan, tidak layak untuk dikonsumsi manusia.
Paparan logam berat melalui air minum dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti dermatitis kontak, gangguan imunologi, gangguan neurologis, gangguan reproduksi, gangguan perkembangan, efek karsinogenik, hingga kematian.
Operasi industri pengolahan nikel PT IWIP yang sarat dengan penggunaan batubara juga mendatangkan bencana yang nyaris dihadapi setiap hari oleh warga. Menurut temuan JATAM yang diolah dari Puskesmas Lelilef dan Puskesmas Sage, penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dermatitis kontak, dan penyakit lain yang berhubungan dengan saluran pernapasan dan pencernaan mengalami peningkatan yang sangat besar selama tiga tahun terakhir.
Puskesmas Lelilef yang menjangkau pelayanan kesehatan untuk warga Desa Kobe, Desa Kulo Jaya, Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulan, Desa Sawai Itepo, Desa Woejerana, Desa Woekob, dan Desa Lukulamo mencatat prevalensi peningkatan kasus ISPA sebesar lebih dari 24 kali lipat sepanjang 2020-2023.
Baca Halaman Selanjutnya…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya