RAKYATMU.COM – Ikram Malan Sangadji (IMS) semenjak menjabat Pj. Bupati Halmahera Tengah diduga “main mata” dengan vendor PT. IWIP untuk manipulasi harga pajak restoran. Hal ini membuat daerah rugi Rp 60 Miliar per-tahun.
Pasalnya, IMS menurunkan harga pajak menjadi Rp 24 Miliar dan tidak sesuai hasil kesepakatan awal antara pemerintah daerah (masa Bupati Edi Langkara) dan vendor PT. IWIP sebesar Rp 85 Miliar.
Diketahui, hasil kesepakatan sebelumnya itu dilandaskan dengan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2021 dengan mengacu Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal pajak yang disepakati di masa kepemimpinan Edi Langkara (Elang) itu untuk meningkatkan PAD, karena sebagian penghasilan wajib diserahkan ke pemerintah daerah berdasarkan aturan dan perhitungan keuangan.
Namun mantan Pj. Bupati menurunkan angka pajak yang diduga tanpa landasan hukum yang jelas.
Dr. Hendra Karianga sebagai perumus Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 47 Tahun 2021 di masa Bupati Elang menyatakan, kesepakatan kepemimpinan Elang dengan vendor PT. IWIP sesuai regulasi hukum untuk dijadikan dasar pemerintah daerah menarik pajak restoran kepada vendor.
“Penagihan pajak berdasarkan Perbup itu sah menurut hukum. Karena saat penyusunan Perbup, UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah belum lahir,” jelas Hendra pada Minggu (15/9/2024).
Dikatakan patokan harga pajak itu selain mengacu Peraturan Daerah, perumusan Perbup adalah hasil manifestasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Regulasi hukum itu, lanjut dia, menjadi dasar penagihan pajak restoran kepada vendor PT. IWIP, dengan hitungannya, 47 ribu karyawan x 50 ribu/hari x 30 hari x 12 bulan x 10%, maka total pendapatan yang akan masuk ke kas daerah yaitu sebesar Rp 84 miliar per-tahun.
Sementara Mantan Bupati Edi Langkara saat dikonfirmasi membenarkan, skema dan hitungan tersebut sudah disetujui dan ditandatangani oleh Pemerintah Daerah dan PT. IWIP serta disaksikan pihak Kejaksaan Tinggi, Polda Maluku Utara dan Tim Supervisi KPK.
“Pertemuannya di kantor IWIP site tanjung Ulie. Dan IWIP memiliki niat baik dan bersedia membayar ke Pemda. Namun Saya dan Pak Imo (Mantan Wakil Bupati Abd. Rahim Odeyani) masa tugas berakhir. Kami berharap penjabat Bupati saat itu bisa menindaklanjutinya,” jelas Elang.
Namun bukannya menindaklanjuti regulasi yang ada, malah IMS diduga renegosiasi kembali hak daerah dengan vendor catering PT. IWIP. Bahkan, saat dikonfirmasi IMS berdalih bahwa usaha catering tidak bisa dikenakan pajak restoran.
“IWIP tidak ada restoran. Yang ada hanyalah penyedia catering. Dan catering tidak bisa dikenakan pajak daerah,” kilah IMS.
Pernyataan IMS tersebut diluruskan Hendra. Menurut akademisi hukum Unkhair Ternate itu, usaha catering merupakan komponen dari usaha restoran.
“itu menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009. Bukan kata doktor Hendra Karianga. Ikram tidak paham, kalau pikiran pemimpin seperti ini maka tidak layak memimpin Halteng,” ungkap Akademi dan Pengacara kawakan asal Maluku Utara.
Hendra mempertanyakan dasar hukum IMS menarik Rp 2 miliar per-bulan dari PT IWIP. Dikatakan, sejak berlakunya UU Nomor 1 tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Ikram sebagai kepala daerah tidak bisa memungut berapa besar atas objek pajak restoran di PT. IWIP karena tidak ada regulasi daerah yang mengatur pajak restoran kecuali Perbup itu direvisi dan disesuaikan dengan UU Nomor 1 Tahun 2022.
“Tidak bisa dirubah sepihak apalagi direnegosiasi sepihak. Kalau Ikram mau renegosiasi dan reduksi kembali nilainya, dia harus merevisi lebih dulu Peraturan Bupati sebelumnya dan disesuaikan dengan undang-undang Nomor 1 tahun 2022. Lalu dasar penagihan 2 miliar per-bulannya itu apa?,” tanya Hendra mengakhiri. (**)
Penulis : Tim