RAKYATMU.COM – Aksi pemboikotan Instalasi Gawat Darurat (IGD) oleh Tenaga Kesehatan (Nakes) RSUD Chasan Boesoirie Ternate, Maluku Utara pada Sabtu (21/1/2023) pagi tadi, terkait penunggakan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) selama 15 bulan, direspon oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut).
Sekretaris Daerah (Sekda) Samsuddin Abdul Kadir dalam audensi di ruangan Aula RSUD Chasan Boesoirie (CB) mengatakan, tunggakan TPP yang belum terbayar selama 15 bulan tersebut, karena terjadi keselahan pada sistim nilai belanja yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Daerah (Blud).
Menurut dia, hal ini disebabkan terjadinya kekurangan anggaran dalam pembelanjaan rencana bisnis, sehingga pihaknya merasa kesulitan melakukan pembayaran sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub). Namun, pihaknya tetap berupaya untuk menyelesaikan pembayaran tunjangan TPP Nakes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih jauh Dewan Pengawas RSUD CB itu menyampaikan, Blud ini bisa dikatakan sebagai otonomi penyelesaian belanja-belanja yang telah dianggarkan dalam rencana belanja.
“Permasalahannya ketika ternyata dianggarkan itu lebih besar dari pendapatan maka pasti ada yang tidak bisa terbayarkan,” jelasnya.
“Ketika Blud tidak bisa menyelesaikan, maka ada permintaan kepada Pemerintah Daerah untuk take over (mengambil alih). Tetapi sebelum diambil alih oleh Pemerintah, pihak Inspektorat harus audit terlebih dahulu,” ujarnya.
Jalan keluarnya, Pemerintah Daerah akan mencoba melakukan peminjaman ke Bank, usai investigasi Inspektorat. Samsuddin bilang, jika terdapat oknum-oknum yang memainkan anggaran ini maka dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
“Kita mencari tahu siapa penyebabnya. Ada hal-hal yang perlu dikaji dulu, takutnya setelah dibuka tidak seperti itu kejadiannya,” jelasnya.
Sementara, salah satu keterwakilan Dokter di RSUD CB yang enggan menyebut namanya menyebutkan, pada tahun 2017 mereka masih mendapatkan insentif dari Pemda. Namun 7 bulan terakhir ini pihak Rumah Sakit tidak dilakukan pembayaran, dengan alasan, anggaran tersebut dipakai oleh pihak ketiga.
Sebelumnya Nakes berharap dengan adanya Blud ini bisa lebih baik dalam sisi pendapatan, agar menopang kesejahteraan pegawai.
“Ternyata tidak sesuai dengan harapan, karena justru terseok-seok. Padahal pendapatan di Blud sangat melimpah hanya saja manajemennya tidak becus, sehingga terjadilah seperti ini,” bebernya.
Menurut dia, berdasarkan pendapat melalui Blud perbulan mencapai Rp 8-10 Miliar karena pendapatannya dari Dokter Kontrak dan PNS.
“Namun tidak ada keadilan dikarenakan diperlakukan sangat berbeda. Dokter Kontrak mendapatkan biaya kontrak, sedangkan kita PNS mengharapkan TPP.”
“TPP itu ada SK-nya Gubernur pada Tahun 2020. Tapi diberlakukan di Tahun 2021. Masalah ini bukan baru saja,” pungkasnya.