RAKYATMU.COM – Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara (Malut), mendukung penuh program Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Pemkot Tidore akan terus bersinergi dengan jajaran KPK untuk memberantas kasus-kasus korupsi di Malut.
Hal itu disampaikan oleh Wali Kota Tidore Kepulauan Muhammad Sinen usai mengikuti peluncuran Indikator Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) Monitoring Center for Prevention (MCP) tahun 2025, secara virtual zoom meeting di ruang rapat wali kota, Rabu (5/3/2025).
Peluncuran IPKD MCP tahun 2025 ini juga diikuti oleh Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan Ahmad Laiman, Sekretaris Daerah Kota Tidore Kepulauan Ismail Dukomalamo, Para Asisten Sekda, Staf Ahli Wali Kota dan para pimpinan OPD pengampu MCP di Kota Tidore Kepulauan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Muhammad Sinen mengatakan, MCP merupakan salah satu program KPK yang harus direspon cepat oleh pemerintah daerah se Indonesia, termasuk Pemkot Tidore, agar ke depan hal-hal yang mengarah pada tindak pidana korupsi dapat dicegah.
“Sebagai wali kota yang baru dilantik, saya sangat merespon baik program ini. Saya juga ucapkan terima kasih kepada BPK yang mempunyai inovasi luar biasa, sehingga ke depan para pimpinan OPD maupun pengelolaan keuangan daerah harus taat terhadap apa yang diprogramkan oleh KPK,” kata Muhammad Sinen.
Orang nomor satu di Pemkot Tidore ini juga berharap kepada seluruh pimpinan OPD terus berkoordinasi dengan jajaran KPK, terutama segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan indikator MCP, agar lima tahun ke depan Tidore masih tetap aman dari segi pemberantasan korupsi.
“Mari sama-sama kita melakukan kerjasama yang baik dengan KPK RI Perwakilan Maluku utara dalam pemberantasan korupsi di daerah ini, sehingga Tidore bebas dari pencegahan korupsi,” ajak Muhammad Sinen.
Pimpinan KPK RI Setyo Budiyanto dalam arahannya mengatakan, pencegahan yang paling efektif adalah penindakan. Karena pencegahan yang bersifat preventif seringkali dianggap hal yang sepele. Oleh karena itu, penindakan merupakan pencegahan yang paling efektif karena bersifat represif.
“Pencegahan itu sering dianggap sebagai hal yang sepele, karena sifatnya hanya preventif bukan represif. Tapi kalau sudah represif itu kesannya sudah gaungnya ke mana-mana,” ujar Setyo.
Setyo juga menjelaskan pencegahan korupsi bukan hanya penegakan hukum, tapi menjalar ke segala hal dan berhubungan dengan berbagai pihak. “Saya berharap MCP ini bukan hanya sebagai center dari prevention, tapi kita juga menjadikan MCP sebagai sebuah monitoring, controlling, surveillance, dan prevention,” harap Setyo.
Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Raden Suhartono mengaku sangat mendukung program MCP ini. Karena dapat meningkatkan pengawasan dan pencegahan kasus korupsi di daerah. “Kami sangat mendukung, karena sesuai dengan apa yang menjadi harapan dan konsen kami dalam pengawasan di daerah,” tegas Raden.
Inspektur Jenderal Kemendagri, Sang Made Mahendra Jaya menjelaskan, program MCP telah berjalan sejak 2018. MCP merupakan implementasi kolaborasi dan sinergi antara KPK, BPKP, dan Kemendagri untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, serta berdampak positif dalam percepatan terwujudnya ekosistem pencegahan korupsi.
Mahendra juga menekankan kepada pemerintah daerah agar tidak merasa sendiri atau bahkan takut terhadap intervensi dalam upaya pencegahan korupsi. Karena program MCP ini justru dapat mempercepat pembangunan daerah. Karena sifatnya berfokus pada pengawasan APBD, BUMD, penguatan APIP daerah, peningkatan SDM APIP dan anggaran pengawasan.
Mahendra juga mengingatkan pentingnya penguatan anggaran pengawasan sebagaimana tercantum dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2025. Karena hingga saat ini, banyak provinsi dan kabupaten yang belum menyelesaikan kesesuaian alokasi anggaran pengawasan.
Menurutnya, pemerintah daerah harus menjadikan MCP sebagai alat utama untuk mengidentifikasi risiko korupsi, meningkatkan transparansi tata kelola, serta memperkuat pengawasan internal. Jika MCP diterapkan secara optimal, maka daerah akan memperoleh manfaat signifikan.
“Terutama peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Untuk capaian IPKD MCP, skor pada tahun 2022 mencapai 76, pada 2023 mencapai 75, dan pada 2024 kembali 76, dengan area rawan korupsi biasanya terjadi di pengadaan barang dan jasa,” tuturnya.
Sebagai informasi, peluncuran indikator monitoring center for prevention dibuka secara simbolis dengan meniup peluit oleh pimpinan KPK RI, Deputi Bidang Korsup KPK RI, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, serta Inspektur Jenderal Kemendagri.