Telaga Yonelo – Karst Bokimoruru Terancam, Warga Sagea Usir PT MAI

- Wartawan

Senin, 13 Oktober 2025 - 20:24 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Warga yang tergabung dalam Koalisi #Save Sagea menggeruduk kawasan pertambangan PT MAI di Desa Sagea, Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara. (Istimewa)

Warga yang tergabung dalam Koalisi #Save Sagea menggeruduk kawasan pertambangan PT MAI di Desa Sagea, Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara. (Istimewa)

RAKYATMU.COM – Jalan operasional tambang nikel di Desa Sagea-Kiya, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, kembali diblokade warga, Senin (13/10/2025). Puluhan warga berdiri berjajar, sebagian membawa spanduk bertuliskan “Hentikan Operasi Ilegal PT MAI.”

Di tengah terik dan debu, suara warga menggema: menolak tambang yang merusak tanah dan ekosistem karst. Aksi ini bukan yang pertama. Ketegangan antara warga dan perusahaan telah berlangsung lebih dari dua bulan.

PT Mining Abadi Indonesia (PT MAI), kontraktor dari PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining, dituding beroperasi tanpa izin sah di atas tanah milik warga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Sejumlah karyawan PT MAI diduga telah merusak dua unit mobil milik warga dengan menggunakan alat berat milik perusahaan. Tindakan ini memperburuk situasi dan memicu kemarahan warga yang hingga kini masih terus melakukan aksi blokade,” kata Mardani Legayelol, Juru Bicara Koalisi #Save Sagea dalam keterangan tertulis yang diterima Rakyatmu.com.

Insiden itu terjadi pada Minggu, (12/10). Dua kendaraan warga dirusak. Alat berat perusahaan digunakan. Bagi warga, ini bukan sekadar intimidasi. Tapi pelanggaran terang-terangan terhadap hak hidup dan martabat mereka.

BACA JUGA :  Wali Kota Ternate Terima Mahasiswa KKN-PPM UGM 

Di balik aksi blokade, ada kekhawatiran yang lebih dalam: ancaman terhadap Karst Sagea dan Telaga Yonelo – atau Talaga Lagaelol, sebagaimana disebut warga. Dua ekosistem yang bukan hanya penting secara ekologis, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan spiritual.

“Karst Sagea itu adalah benteng kami, tempat hidup kami, dan sumber air kami. Kami tidak akan menerima jika tempat ini dirusak. Begitu juga dengan Talaga Lagaelol yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan warga, tetapi juga tempat yang menyimpan nilai budaya dan ritus-ritus leluhur kami yang masih kami jaga hingga hari ini,” ujar Lada Ridwan, warga Sagea-Kiya.

Penelusuran yang dilakukan Koalisi #SaveSagea terkait perencanaan wilayah dan regulasi yang berlaku, PT MAI diduga melanggar sejumlah aturan penting.

Mulai dari Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025–2029, Lampiran IV halaman 264, yang menetapkan Kawasan Karst Bokimoruru di Sagea sebagai salah satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara.

Kemudian Perda Nomor 3 Tahun 2024 tentang RTRW Halmahera Tengah 2024–2043, yang menetapkan wilayah Sagea sebagai zona Kawasan Karst kelas I, yang diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian.

BACA JUGA :  Lima Perusahaan Tambang di Halmahera Tengah Dihentikan Sementara 

Menurut Koalisi #SaveSagea, PT MAI diduga tidak memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Bahkan, pembangunan Jetty PT MAI ditengarai tidak mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Selain itu, tidak ditemukan dokumen persetujuan lingkungan dari pemerintah.

Koalisi #SaveSagea kemudian menuntut PT MAI segera menghentikan seluruh aktivitas tambang di wilayah Desa Sagea-Kiya, hingga bertanggung jawab atas kerusakan lahan warga dan dua unit kendaraan yang dirusak.

Koalisi #SaveSagea juga mendesak Pemerintah Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengeluarkan rekomendasi ke pemerintah pusat, agar mencabut izin operasi PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining di wilayah Sagea-Kiya.

Kemudian mendesak aparat penegak hukum untuk menindak kegiatan ilegal yang dilakukan oleh PT MAI. Bagi warga Sagea-Kiya, perjuangan ini bukan sekadar soal tanah atau lahan. Ini adalah soal kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang diwariskan turun-temurun.

“Kami tidak akan diam menyaksikan tanah kami dirusak dan hak kami diinjak-injak demi kepentingan perusahaan dengan alibi kemajuan ekonomi,” tegas Mardani.

Penulis : Tim

Sumber Berita : Siaran Pers

Berita Terkait

Kajati Malut Diminta Monitoring Kasus Korupsi BTT Kepulauan Sula
Sekda Kota Ternate Luncurkan Gagasan Sekretaris Dinsos dan Tiga Reformer
BP2RD Kota Ternate Optimis PBB Capai Target 100 Persen
Semarak Hari Pahlawan Nasioanl, Dinsos Kota Ternate Bersih-bersih di TMP Banau
Oknum Polisi di Morotai Diduga Jalin Hubungan Asmara dengan Istri Orang
RAPBD Kota Ternate Tahun 2026 Dirancang Rp926 Miliar
115 Guru di Pulau Taliabu Ikut PPG Daerah Khusus
Anggaran Piket Satpol-PP Pulau Taliabu Capai Ratusan Juta

Berita Terkait

Rabu, 5 November 2025 - 19:30 WIT

Kajati Malut Diminta Monitoring Kasus Korupsi BTT Kepulauan Sula

Selasa, 4 November 2025 - 22:34 WIT

Sekda Kota Ternate Luncurkan Gagasan Sekretaris Dinsos dan Tiga Reformer

Selasa, 4 November 2025 - 18:07 WIT

BP2RD Kota Ternate Optimis PBB Capai Target 100 Persen

Selasa, 4 November 2025 - 11:02 WIT

Semarak Hari Pahlawan Nasioanl, Dinsos Kota Ternate Bersih-bersih di TMP Banau

Senin, 3 November 2025 - 22:05 WIT

RAPBD Kota Ternate Tahun 2026 Dirancang Rp926 Miliar

Senin, 3 November 2025 - 16:10 WIT

115 Guru di Pulau Taliabu Ikut PPG Daerah Khusus

Senin, 3 November 2025 - 16:03 WIT

Anggaran Piket Satpol-PP Pulau Taliabu Capai Ratusan Juta

Senin, 3 November 2025 - 15:37 WIT

Jenazah Seorang Pria Ditemukan Terapung di Pantai Falajawa Ternate

Berita Terbaru

Kepala BP2RD Kota Ternate, Mochtar Hasim. (Rakyatmu/Istimewa)

Daerah

BP2RD Kota Ternate Optimis PBB Capai Target 100 Persen

Selasa, 4 Nov 2025 - 18:07 WIT