RAKYATMU.COM – Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Barat (Halbar) Syahril Abd Radjak berhasil hipnotis beberapa politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) di Maluku Utara. Buktinya, dalam foto yang beredar di media sosial terlihat Syahril dan beberapa kader NasDem melakukan pertemuan khusus di rumah Umar Bopeng, diduga meminta rekomendasi maju Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Ternate.
Berdasarkan informasi yang dikantongi rakyatmu.com bahwa, selain Syahril meminta rekomendasi partai, juga membicarakan tentang skema melengserkan Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman dari jabatan Ketua DPD NasDem Kota Ternate. Padahal, Syaril merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilarang melakukan pertemuan atas kepentingan politik tersebut.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam pasal 11 huruf c dinyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemudian, pasal 9 ayat (2) Undang undang ASN secara tegas menyebutkan ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, misalnya;
PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terakit rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Kemudian, PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Aturan ini menggambarkan Sekda Halmahera Barat telah membuat kecerobohan untuk mengsiasati sekaligus secara tidak langsung mengintervensi Partai Politik.
Hal ini membuat Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate Abdul Kader Bubu angkat bicara. Kata dia, Syahril harus memposisikan diri sebagai ASN karena pertemuan tersebut ada sejumlah politisi dari Partai NasDem. Jika informasinya Syaril meminta rekomendasi di Pilwako mendatang, seharusnya dia mengundurkan diri dari aparatus sipil negara karena melanggar UU ASN.
“Harus undur diri dari ASN, jika ingin terlibat dalam hal-hal politik, atau dalam menggalang kekuatan atau berkompromi misalnya, dengan Partai Politik untuk kepentingan di Pilwako. Apalagi dengan tujuan melengserkan salah Ketua Parpol misalnya, maka itu tidak boleh dan tidak sewajarnya bagi seorang ASN,” tegas Dade nama sapaannya pada Jumat (15/3/2024) malam.
Dia menyebutkan, pertemuan itu jika dilakukan oleh para politisi berarti hal yang biasa karena membahas hasil atau peristiwa politik yang terjadi. Yang jadi permasalahan, Syahril sebagai ASN juga ikut membahas persoalan tersebut. Bahkan dua tahun terakhir ini baliho Syahril pun terpasang begitu banyak di Kota Ternate.
“Sebenarnya bagi ASN secara etik itu tidak boleh. Karena dia dalam posisi menginginkan jabatan tertentu, sementara dia (Syahril) adalah Sekda Halmahera Barat, dan dia berkumpul dengan politisi pun juga dilarang secara etik, karena seorang ASN harus tanam norma perilaku,” cecarnya.
Dade memberi masukan kepada Syahril segera undur diri dari ASN atau Jabatannya sebagai Sekretaris Daerah jika ingin berpolitik dan bersikap maju sebagai Calon Wali Kota Ternate pada 27 November 2024 mendatang.
“Silahkan saja, jika mau maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah, tidak ada larangan untuk hal itu, hanya saja harus dijaga ketika dia itu seorang ASN. Norma perilaku itu yang harus dijaga yang dimaksud adalah standar etik, untuk melakukan tindakan-tindakan politik semacam itu,” terangnya.
Achmad Hatari Dibalik Layar
Pertemuan membahas Pilwako 2024 untuk melepaskan M. Tauhid Soleman tersebut diduga perintah Ketua DPW NasDem Maluku Utara Achmad Hatary. Niat tak bagus dari mantan Anggota DPR RI ini membuat internal besutan Surya Paloh di Kota Ternate goyah. Hal ini disampaikan salah satu pendiri partai NasDem Maluku Utara Ismunandar Aim Syah.
Ismunandar menyebutkan Achmad Hatari ini yang memicu hingga internal DPD NasDem goyah saat Hatari memberikan komentar mengembalikan uang yang diberikan saat Pileg di media massa. Padahal persoalan tersebut bisa dibicarakan secara internal partai. Sebab, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NasDem melanggar bahwa masalah partai tidak bisa dibeberkan kepada publik.
“Ini jelas merugikan partai. Bahkan, kisruh internal Partai NasDem di Maluku Utara ini juga di pelopori oleh orang-orang yang gagal dalam Pileg kemarin dan menganggap Ketua DPD Partai NasDem Kota Ternate tidak maksimal membantu mereka, padahal memang faktanya masyarakat sendiri yang tidak punya keinginanan untuk memilih mereka,” ungkapnya.
Terkait dengan persoalan tersebut, maka selaku pendiri NasDem di Maluku Utara dia meminta DPP segera mengambil alih dan menggantikan Achmad Hatari dari Ketua DPW NasDem karena dinilai ikut memperkeruh suasana internal partai.
“Bapak Surya Paloh sebagai Ketua Umum harus tahu masalah yang sebenarnya. Dan ini jelas sangat merugikan Partai NasDem, mereka mengutamakan syahwat nafsu politik dan menjatuhkan orang yang telah bekerja untuk partai ini,” ujarnya.
Menurut dia, NasDem Kota Ternate dianggap sukses karena tercatat dalam sejarah, bahwa partai NasDem bisa meraup akumulasi suara hingga 16.315 suara dan saat ini tercatat 4 kursi menuju 5 kursi karena DPD masih melanjutkan gugatan ke MK terkait TPS 008 yang dianulir oleh KPU.
“Tapi sebagai suara partai terbanyak di Pileg, sehingga NasDem Kota Ternate telah mengukir sejarah dan berpotensi menjadi Ketua DPRD Kota Ternate,” katanya mengakhiri. (**)
Editor : Diman Umanailo