RAKYATMU.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Maluku Utara persoalkan kerusakan hutan mangrove di Desa Indomut, Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan yang dilakukan oleh kontraktor Farid Abae, demi kepentingan galangan kapal miliknya.
Meski aktivitas tersebut sudah berhenti, namun pelaku perusakan hutan mangrove tidak bisa dibiarkan bebas dari jerat hukum yang berlaku. Apalagi tidak mengantongi izin lingkungan sebagaimana menjadi syarat wajib bagi siapa pun.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela menegaskan, jika betul tak memiliki dokumen Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) Hidup, maka yang bersangkutan melanggar pasal 50 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Dalam pasal tersebut mengatur pidana.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak bisa dikompromikan karena ini undang-undang, jadi pihak kepolisian harus segera melakukan penindakan terhadap yang bersangkutan. Meskipun pekerjaannya sudah berhenti tetapi tetap diproses secara hukum sebab telah membuat kerusakan ekosistem mangrove,” ujarnya pada Kamis (23/11/2023).
Faizal mengatakan pihaknya akan menyurati aparatur hukum di Kabupaten Halmahera Selatan untuk melakukan penindakan, karena jelas merusak hutan melalui rencana yang sudah disiapkan dari awal adalah kejahatan.
“Terhentinya pekerjaan itu urusan lain, tetapi upaya yang dilakukan sudah merubah vegetasi hutan. Apalagi mengabaikan prasyarat dokumen yang harus dipenuhi dulu sebelum melakukan aktivitas,” tuturnya.
Menurut Faizal, memang perubahan fungsi kawasan pesisir secara serampangan yang bebas kontrol dari pemerintah akan berdampak buruk, sehingga kemudian dalam konteks ini penting mengevaluasi perangkat di OPD yang tidak memiliki kemampuan menerjemahkan undang–undang yang mengikat.
“Ini juga menjawab krisis iklim secara global, jadi upaya perlindungan ekosistem mangrove menjadi hal yang paling penting untuk dilakukan oleh pemerintah daerah,” bebernya.
“Karena mangrove memiliki daya serap karbon yang luas biasa, Maluku Utara memiliki posisi kepulauan dan ekosistem mangrove yang besar maka harus dijaga karena selain daya tahan terhadap krisis iklim, juga menjaga kelestarian ekosistem,” imbuhnya.
Faizal menjelaskan ketika kawasan hutan mangrove dialihfungsikan untuk kepentingan segelintir, maka berdampak pada desa–desa yang berada disekitar yang semula dijadikan sumber penghidupan akan hilang dan hal itu tidak boleh diabaikan.
“Pohon mangrove jadi tempat berbagai habitat untuk hidup, terutama masyarakat yang hidup di pesisir yang menjadikan wilayah tersebut menjadi tempat tangkapan ikan,” pungkasnya. (**)
Penulis : Haerudin Muhammad
Editor : Diman Umanailo