RAKYATMU.COM – Polres Halmahera Selatan, Maluku Utara bakal melakukan penyelidikan terkait penebangan pohon mangrove di Desa Indomut, Kecamatan Bacan oleh seorang kontraktor bernama Farid Abae.
Dugaan penebangan pohon mangrove di hutan lindung tersebut untuk kepentingan pembangunan galangan kapal yang direncanakan seluas 5 hektar. Hanya saja, sudah terhenti pada saat pembukaan jalan yang diperkirakan lebar 4 meter dan panjang 380 meter.
“Nanti kita lakukan penyelidikan dan cek di lapangan. Untuk teknis nanti Kasat Reskrim Polres Halmahera Selatan,” kata Kapolres Halmahera Selatan AKBP Aditya Kurniawan, ketika dihubungi lewat sambungan via whatsApp pada Rabu (29/11/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, Direktur YLBH Maluku Utara Bachtiar Husni mengatakan, kontraktor Farid Abae yang secara terang–terangan melakukan penebangan pohon mangrove diduga tidak mengantongi izin, sehingga kepolisian setempat sudah bisa memiliki dasar dengan aturan yang berlaku untuk mengambil langkah hukum.
“Hutan mangrove merupakan lahan yang dipunyai negara yang tidak bisa disalahgunakan siapapun juga, kalaupun mau mempergunakannya harus mendapatkan izin pemerintah daerah, itu pun harus melewati kajian yang matang dan berimbang,” katanya.
Dia mempertanyakan jika diperuntukan untuk kepentingan pribadi, maka siapa yang memberikan akses untuk membongkar karena masih ada lokasi lain yang tidak berdampak secara ekologis. Olehnya itu, hal ini tidak bisa dibenarkan dari aspek apapun apalagi tidak ada izin.
“Masyarakat Desa Indomut harus melayangkan keberatan, dengan mendesak pihak kepolisian untuk mengambil langkah hukum, karena ada aspek hukum yang bakal menjerat terhadap yang bersangkutan,” tuturnya.
Pihaknya meminta kepolisian harus berani tanpa ada tebang pilih, apalagi pelaku perusakan pohon mangrove merupakan seorang kontraktor, sehingga tidak harus dibiarkan karena perbuatannya termasuk pelanggaran hukum.
“Polisi harus profesional dalam menjalankan tugasnya, jangan sampai oknum seperti Farid Abae dibiarkan lolos hukum tanpa ada tanggung jawab didepan hukum, jadi harus ada efek jera. Saya sangat berharap Polres Halmahera Selatan bisa mengambil langkah hukum dan diproses pidana,” cecarnya.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela menegaskan, jika betul tak memiliki dokumen Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPL), maka dalam undang–undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan pasal 50, mengatur jelas pidana yang dikenakan.
“Tidak bisa dikompromikan karena ini undang-undang, jadi pihak kepolisian harus segera melakukan penindakan terhadap yang bersangkutan. Meskipun pekerjaannya sudah berhenti tetapi tetap diproses secara hukum sebab telah membuat kerusakan ekosistem mangrove,” ujarnya.
Faizal mengatakan pihaknya akan menyurati aparatur hukum di Kabupaten Halmahera Selatan untuk melakukan penindakan, karena jelas merusak hutan melalui rencana yang sudah disiapkan dari awal adalah kejahatan.
“Terhentinya pekerjaan itu urusan lain, tetapi upaya yang dilakukan sudah merubah vegetasi hutan. Apalagi mengabaikan prasyarat dokumen yang harus dipenuhi dulu sebelum melakukan aktivitas,” tuturnya.
Menurut Faizal, memang perubahan fungsi kawasan pesisir secara serampangan yang bebas kontrol dari pemerintah akan berdampak buruk, sehingga kemudian dalam konteks ini penting mengevaluasi perangkat di OPD yang tidak memiliki kemampuan menerjemahkan undang–undang yang mengikat.
“Ini juga menjawab krisis iklim secara global, jadi upaya perlindungan ekosistem mangrove menjadi hal yang paling penting untuk dilakukan oleh pemerintah daerah,” bebernya.
“Karena mangrove memiliki daya serap karbon yang luas biasa, Maluku Utara memiliki posisi kepulauan dan ekosistem mangrove yang besar maka harus dijaga karena selain daya tahan terhadap krisis iklim, juga menjaga kelestarian ekosistem,” imbuhnya.
Faizal menjelaskan ketika kawasan hutan mangrove dialihfungsikan untuk kepentingan segelintir, maka berdampak pada desa–desa yang berada disekitar yang semula dijadikan sumber penghidupan akan hilang dan hal itu tidak boleh diabaikan.
“Pohon mangrove jadi tempat berbagai habitat untuk hidup, terutama masyarakat yang hidup di pesisir yang menjadikan wilayah tersebut menjadi tempat tangkapan ikan,” pungkasnya. (**)
Penulis : Haerudin Muhammad
Editor : Diman Umanailo