RAKYATMU.COM – Kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh oknum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Provinsi Maluku Utara berinisial MLT alias Mardin saat ini banyak menyita perhatian publik.
Betapa tidak, perbuatan tercela yang diduga dilakukan oleh politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tersebut tentu sangat mencoreng nama baik institusi partai maupun lembaga DPRD Kabupaten Kepulauan Sula.
Meskipun begitu, Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kepsul belum melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan lantaran menunggu rekomendasi tertulis dari Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Kepulauan Sula.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi itu, Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Kepulauan Sula, Amanah Upara mulai angkat bicara terkait masalah tersebut. Dimana, ia meminta Penyidik Satreskrim Polres Kepsul agar tetap menjalankan proses pemeriksaan tanpa ada intervensi.
“Kenapa proses pemeriksaan harus menunggu persetujuan dari kami. Buat apa? Kalau mau diproses secara hukum, ya proses saja, karena dalam Tatib (Tata Tertib) BK DPRD tidak mengatur soal itu. Perkara pidana berbeda dengan proses etik,” tegasnya, Rabu (30/06/25).
Amanah mengatakan, jika Penyidik Satreskrim Polres Kepsul menunggu persetujuan yang dikeluarkan oleh BK DPRD terlebih dahulu baru dilakukan pemeriksaan terhadap oknum tersebut maka, penegak hukum terlihat seperti diintervensi.
“Tatib DPRD tidak seperti itu, proses hukum berbeda dengan proses etik. BK tidak bisa merekomendasikan penyidik untuk pemeriksaan terhadap bersangkutan. Kalau sampai seperti itu, seakan-akan kami mengintervensi pihak kepolisian,” ungkapnya.
Amanah menuding kalau kasus tersebut diduga telah dimonopoli untuk meraup keuntungan. Ungkapan tersebut disampaikan menggunakan dialek Sula. “Matapia ika jelas moya pel, ihi mencari pel tahapa ika (mereka sudah tidak jelas, mungkin sudah mencari lagi).
Sebelumnya, Kepala Bagian Operasi Satreskrim Polres Kepsul, Ipda Deny Wibowo mengaku, hingga saat ini pihaknya belum melakukan pemeriksaan terhadap bersangkutan, karena hal itu harus berdasarkan pada regulasi Pasal 245 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
“Secara normatif UU tersebut mengatur tentang pemanggilan dan permintaan keterangan untuk dilakukan penyidikan, sehingga harus memerlukan persetujuan tertulis dari BK DPRD Kepulauan Sula. Tidak hanya itu, tapi juga persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan,” jelasnya.
Diketahui, peristiwa ini terjadi pada 21 April 2025 di salah satu perumahan Dinas DPRD di Desa Man Gega, Kecamatan Sanana Utara, Kepulauan Sula. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Polres Kepsul melalui kuasa hukum korban pada Selasa, 22 Juli 2025. (**)
Penulis : Aryanto
Editor : TIM