Arah Baru Pertarungan Politik Maluku Utara Menuju Puncak Gosale 2024

- Wartawan

Rabu, 20 November 2024 - 16:42 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Alfath Satria Negara Syaban 

(Pengamat Wilayah dan Perkotaaan/PhD Candidate at The University of Alabama)

Dari dua debat publik terakhir yang dihelat, terlihat jelas bahwa keempat calon gubernur memiliki keunikan karakteristik yang membedakan mereka satu sama lain, yang bisa berdampak signifikan pada hasil pemilihan nanti. Husain Alting Sjah dan Asrul Rasyid Ichsan, yang mencalonkan diri sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dengan nomor urut 01, memiliki kans signifikan untuk memenangkan pertarungan pemilihan gubernur Maluku Utara melalui dua putaran pemungutan suara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kedua tokoh ini menonjol karena latar belakang mereka yang khas dan berpengaruh; Husain Alting Sjah tidak hanya bergelar Sultan Tidore tetapi juga merupakan mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) yang telah lama memperjuangkan pengakuan daerah istimewa untuk Maluku Utara. Posisi dan pengaruhnya sebagai Sultan Tidore membawanya ke pusat perhatian, menjanjikan kekuatan elektoral yang bisa menjadikannya pemimpin yang diakui tidak hanya di lingkungan tradisionalnya tetapi juga di skala yang lebih luas.

Namun, dalam realita pemilihan yang kompleks dan penuh dengan dinamika sosial yang berbeda, ada faktor-faktor lain yang mungkin menantang dominasi mereka di pemilu ini. Salah satu tantangan terbesar adalah kekuatan latar belakang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang memiliki akar kuat di grassroot dan di wilayah-wilayah di luar Tidore, basis tradisional Sultan.

Identitas sosiologis di Maluku Utara, yang masih sangat kental dengan pengaruh budaya dan etnik, bisa menjadi penghalang serius dalam usaha mereka untuk mendapatkan dukungan lebih luas. Masyarakat di wilayah ini cenderung memilih calon yang memiliki latar belakang suku yang sama, sehingga jika Husain dan Asrul ingin memperluas basis dukungan mereka, mereka perlu melakukan upaya besar dan menginvestasikan sumber daya yang signifikan.

Selain itu, mereka juga harus menghadapi kenyataan bahwa banyak pemilih mungkin lebih memilih kandidat yang menawarkan solusi realistis untuk isu-isu yang saat ini dihadapi oleh masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja, yang tidak selalu langsung terkait dengan politik identitas atau kekuasaan tradisional.

Meskipun demikian, potensi elektoral Husain Alting Sjah dan Asrul Rasyid Ichsan tetap tinggi, berkat pengaruh historis dan status kebangsawanan Sultan yang bisa membawa kepercayaan dan kehormatan dari sebagian pemilih. Mereka memiliki kesempatan yang nyata untuk memimpin, tetapi mereka juga harus berhati-hati dan strategis dalam menavigasi kompleksitas sosial dan politik Maluku Utara, memastikan bahwa mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan tradisional dan historis tetapi juga secara proaktif menanggapi dan memenuhi kebutuhan serta aspirasi masyarakat Maluku Utara yang lebih luas dan beragam.

Calon nomor urut 02, Aliong Mus dan Sahril Thahir, yang merupakan mantan Bupati Pulau Taliabu, menghadapi tantangan besar dalam mencari dukungan yang luas karena kepemimpinan mereka di masa lalu yang kontroversial, diwarnai oleh berbagai sentimen negatif dari masyarakat yang mempertanyakan efektivitas dan integritas mereka selama menjabat. Meskipun demikian, mereka tetap memiliki peluang untuk bersaing secara signifikan dalam pemilihan gubernur ini berkat dukungan substansial dari sumber daya politik serta beberapa partai besar yang memandang mereka sebagai kandidat yang mampu menarik suara signifikan, terutama di wilayah-wilayah yang secara historis mendukung kebijakan-kebijakan partai tersebut.

Kampanye yang dijalankan oleh Aliong Mus dan Sahril Thahir seringkali terlihat tidak membawa suatu kebaruan atau adaptasi yang spesifik terhadap kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh Maluku Utara saat ini; lebih sering, mereka cenderung mengulangi formula kampanye yang umum dan luas, yang telah digunakan oleh pemimpin-pemimpin pusat sebelumnya yang berhasil. Pendekatan ini, sementara mungkin efektif di masa lalu, kini dipertanyakan efektivitasnya dalam konteks politik dan sosial saat ini di Maluku Utara, di mana pemilih semakin kritis dan meminta kejelasan visi serta solusi konkret yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi berbagai isu lokal yang kian kompleks.

BACA JUGA :  Pendapat Hukum Tentang 2 Terdakwa WNA yang Lolos dari Jerat Hukum

Oleh karena itu, tanpa inovasi nyata dalam strategi dan penyajian program yang jelas dan terperinci yang menargetkan kebutuhan spesifik daerah, Aliong Mus dan Sahril Thahir mungkin akan menghadapi kesulitan dalam meyakinkan para pemilih yang masih ragu atau mereka yang mencari perubahan nyata dan peningkatan dalam tata kelola pemerintahan daerah. Meskipun dukungan partai besar dapat menjadi aset yang penting, kredibilitas pribadi dan rekam jejak yang dipandang kurang positif oleh sebagian pemilih bisa menjadi hambatan yang berarti dalam upaya mereka untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Maluku Utara yang dinamis dan semakin matang secara politik.

Sementara itu, pasangan calon nomor urut 03, yang terdiri dari Muhammad Kasuba dan Basri Salama, bisa dibilang sebagai kuda hitam yang menarik perhatian dalam kontestasi pemilihan gubernur Maluku Utara ini. Mereka membawa pengalaman dan dukungan yang signifikan dari latar belakang partai Islam yang mendalam, serta pengalaman kepemimpinan Muhammad Kasuba selama dua periode sebagai pemimpin di Halmahera Selatan.

Keberhasilan mereka dalam mengelola dan memimpin di wilayah tersebut telah membangun fondasi kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat setempat. Dukungan kuat dari suku Togale, yang merupakan suku mayoritas di Maluku Utara, memberikan keuntungan tersendiri bagi mereka untuk mendekati pemilih dengan lebih efektif, memberikan harapan bahwa mereka mampu mewakili dan mengadvokasi kepentingan suku mayoritas tersebut dalam pemerintahan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa afiliasi Muhammad Kasuba dengan figur-figur politik kontroversial di masa lalu, khususnya hubungan dekat dengan Abdul Ghani Kasuba, gubernur Maluku Utara sebelumnya yang terjerat kasus korupsi, menimbulkan keraguan di kalangan pemilih lain.

Skandal korupsi yang mengiringi nama Abdul Ghani Kasuba telah meninggalkan citra negatif dan mungkin memberikan dampak yang signifikan terhadap elektabilitas Muhammad Kasuba dan Basri Salama. Meskipun demikian, kehadiran Basri Salama sebagai calon wakil gubernur yang dikenal dengan rekam jejak administratif yang bersih diharapkan dapat menyeimbangkan persepsi publik dan membantu memulihkan kepercayaan terhadap integritas pasangan calon ini. Dalam konteks yang lebih luas, keberhasilan mereka dalam meyakinkan pemilih bahwa mereka dapat membawa perubahan positif dan pembaharuan dalam tata kelola pemerintahan, terlepas dari masa lalu yang kontroversial, akan menjadi kunci utama dalam menarik dukungan lebih luas dari masyarakat.

Perlu diingat bahwa dalam politik, persepsi dan kepercayaan publik adalah segalanya, dan pasangan ini harus bekerja ekstra keras untuk memastikan bahwa citra mereka tidak tercoreng oleh masa lalu yang mungkin menghantui mereka. Mereka perlu secara aktif menunjukkan komitmen mereka terhadap transparansi, integritas, dan pembangunan yang inklusif untuk semua lapisan masyarakat di Maluku Utara.

Yang paling menarik perhatian dalam kontestasi politik kali ini adalah pasangan calon nomor urut 04, Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe. Ibu Sherly, yang merupakan satu-satunya kandidat perempuan dalam pertarungan politik ini, membawa identitas yang sangat beragam dan unik dalam lanskap politik Maluku Utara. Sebagai seorang wanita keturunan etnis Tionghoa, bukan asli dari Maluku Utara, beragama Kristen, dan seorang perempuan, profil Ibu Sherly menjadi simbol perubahan dan keberagaman dalam politik daerah yang secara tradisional didominasi oleh kalangan Muslim.

Pasangannya, Sarbin Sehe, yang memiliki latar belakang sebagai birokrat yang telah lama berkecimpung dalam administrasi pemerintahan, menambah kekuatan pada tiket ini dengan pengalaman dan keahliannya dalam menjalankan birokrasi pemerintahan. Kedua figur ini bersatu, membawa visi pembaharuan yang didukung oleh elektabilitas tinggi yang ditunjukkan dalam survei-survei terakhir menjelang pemilihan. Paradigma baru yang mungkin diwakili oleh pasangan Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe ini menandai potensi pergeseran signifikan dalam struktur kekuasaan dan representasi politik di Maluku Utara.

Pasangan ini tidak hanya menawarkan alternatif kepada pemilih yang mencari perubahan dari status quo, tetapi juga memberikan harapan baru bagi representasi yang lebih inklusif yang mencakup gender, agama, dan etnis. Ini merupakan momen krusial bagi Maluku Utara, karena pemilihan ini tidak hanya tentang siapa yang akan memimpin, tetapi juga tentang bagaimana keberagaman dan inklusivitas dapat diperjuangkan dalam praktik demokrasi di daerah ini.

BACA JUGA :  Kejahatan Politik Hendrata Thes

Dengan keberagaman latar belakang dan pengalaman yang dibawa oleh Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe, pemilih di Maluku Utara diberikan kesempatan untuk menentukan arah baru yang mungkin lebih mencerminkan pluralitas sosial dan budaya di wilayah tersebut, menjadikan kontestasi ini tidak hanya penting dari segi politis, tetapi juga simbolis dalam mendorong perubahan sosial yang lebih luas.

Hasil survei elektabilitas terbaru menunjukkan pasangan Ibu Sherly dan Sarbin Sehe berada di posisi terdepan dengan lebih dari 40% dukungan—sebuah pencapaian yang menonjol mengingat Maluku Utara adalah wilayah yang penuh dengan bekas konflik serta isu SARA yang kental. Tradisi kepemimpinan di wilayah ini selama ini mayoritas dipegang oleh kalangan Muslim, sehingga keberhasilan pasangan ini dalam survei mengindikasikan perubahan paradigma politik yang signifikan. Memang, luka masa lalu akibat konflik dan perpecahan antar kelompok tidak bisa serta-merta hilang dan masih melekat dalam ingatan generasi milenial serta generasi sebelumnya yang pernah merasakan kesulitan akibat situasi tersebut.

Di era saat ini, setiap kelompok etnis dan agama berusaha untuk mendapatkan representasi yang adil di pucuk pimpinan daerah, namun yang menjadi keunikan adalah mayoritas pemilih kini merupakan generasi Z yang secara historis tidak pernah mengalami konflik langsung, dan kondisi ini mempengaruhi cara pandang mereka terhadap politik. Generasi muda ini, yang terbiasa dengan arus informasi cepat melalui media sosial, memiliki kesadaran politik yang lebih berfokus pada kompetensi daripada identitas etnis atau agama.

Dukungan untuk Ibu Sherly tidak hanya datang dari minoritas agama dan etnis tetapi juga dari kelompok mayoritas yang memiliki koneksi atau simpati terhadap almarhum suami Ibu Sherly, Benny Laos, yang dikenal baik sebagai pengusaha sukses serta mantan Bupati Pulau Morotai. Benny Laos di masa hidupnya telah berhasil membawa pembangunan fisik yang nyata ke daerah perbatasan, menciptakan harapan yang besar di kalangan masyarakat di kabupaten dan kota lain di Maluku Utara untuk juga merasakan dampak pembangunan serupa. Keberhasilan Benny Laos dalam memajukan wilayahnya telah memberikan keuntungan elektoral kepada Ibu Sherly, dengan banyak pemilih mengaitkan potensi kepemimpinannya dengan kesuksesan yang pernah dicapai oleh suaminya.

Tambahan pula, dukungan dari mayoritas partai politik menjadi faktor penguat bagi posisi pasangan ini di panggung politik Maluku Utara. Faktor-faktor ini bersama-sama menciptakan dinamika politik yang menarik, di mana Ibu Sherly dan Sarbin Sehe, dengan latar belakang yang sangat berbeda dari norma kepemimpinan tradisional di Maluku Utara, membawa angin segar dan harapan baru bagi banyak pemilih yang menginginkan perubahan dan pembaharuan dalam pemerintahan.

Kedua calon ini menjanjikan pembangunan yang inklusif dan merata, yang tidak hanya memfokuskan pada satu kelompok atau area, tetapi menjangkau semua lapisan masyarakat dan wilayah di Maluku Utara. Kehadiran mereka di panggung politik regional membuktikan bahwa identitas personal dan komitmen terhadap pelayanan publik dapat lebih menentukan daripada faktor-faktor tradisional seperti etnis atau agama, sebuah evolusi dalam pemikiran politik yang mungkin akan mendefinisikan masa depan kepemimpinan di daerah ini.

Menjelang 27 November, kita dihadapkan pada potensi penciptaan sejarah baru. Harapannya, siapapun yang terpilih nantinya, akan membawa Maluku Utara ke arah yang lebih baik, dengan pembangunan yang merata dan kebijakan yang memperkuat unitas dan kesatuan. Jangan biarkan kepentingan elitis memecah belah kita. Saatnya memilih pemimpin yang tidak hanya kuat secara politik tetapi juga hebat dalam melobi dan merealisasikan proyek-proyek pembangunan yang mendesak untuk kemajuan Maluku Utara. (**)

Berita Terkait

Kejahatan Politik Hendrata Thes
Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia
2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara
Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara
Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru
Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos
Ayat Suci
Buruh Pabrik

Berita Terkait

Selasa, 3 Desember 2024 - 12:19 WIT

Kejahatan Politik Hendrata Thes

Rabu, 20 November 2024 - 16:42 WIT

Arah Baru Pertarungan Politik Maluku Utara Menuju Puncak Gosale 2024

Sabtu, 2 November 2024 - 13:18 WIT

Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia

Sabtu, 28 September 2024 - 15:24 WIT

2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 14:50 WIT

Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara

Jumat, 30 Agustus 2024 - 23:11 WIT

Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru

Minggu, 14 Juli 2024 - 12:47 WIT

Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos

Kamis, 13 Juni 2024 - 08:42 WIT

Ayat Suci

Berita Terbaru

Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Midi Siswoko. (Istimewa/Rakyatmu)

Daerah

Kapolda Maluku Utara Lakukan Rotasi dan Mutasi Jabatan

Minggu, 9 Feb 2025 - 12:31 WIT