Oleh: Sulemang Buamona
Cinta kadang tidak bisa ditebak. Ia bisa muncul kapan saja, tidak memandang waktu, bahkan juga tempat. Itulah mengapa orang menganggap bahwa cinta itu abstrak.
Sama halnya dengan kisah antara Arsyam dan Aritna. Mereka berdua tidak pernah sadar bahwa pertemuan yang sesingkat itu bisa menimbulkan benih-benih cinta di hati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rasa itu mulai timbul bermula ketika Arsyam dan Aritna sedang mengikuti pembinaan yang diselenggarakan oleh kampus tempat mereka kuliah. Kebetulan mereka dipertemukan dalam satu kelas.
Dimana, Arsyam yang saat itu mengambil program studi teknik mesin dan Aritna berasal dari bahasa dan sastra Indonesia. Di sana, Arsyam diam-diam memperhatikan Aritna.
Betapa tidak, Aritna adalah satu-satunya gadis yang bisa dibilang paling cantik seangkatan kuliah. Bukan hanya cantik, ia juga memiliki sifat penyayang dan tidak memilih untuk berkawan.
Sejak itulah rasa cinta perlahan mulai muncul. Ketika ingin mencuri perhatian Aritna, Arsyam selalu membuat hal-hal konyol. Apapun ia rela lakukan demi bisa mendapat perhatian gadis berambut ikal itu.
Rupanya, dibalik sifat humorisnya yang tinggi, Arsyam juga memiliki pengetahuan agama yang baik. Itu dibuktikan saat diberi kesempatan menjawab pertanyaan dari sang pembimbing.
Dari situlah, Aritna pun mulai jatuh hati kepada Arsyam. Lelaki berpenampilan polos itu rupanya sukses mencuri perhatian wanita berdarah Bugis itu. Padahal belum sepenuh kepintarannya diperlihatkan.
Singkat waktu, kegiatan telah berakhir. Mereka lalu diperbolehkan untuk pulang. Setibanya di rumah, Arsyam mulai mandi dan melaksanakan sholat magrib. Ia begitu taat terhadap agama.
Usai bermunajat kepada Tuhan, Arsyam hendak beristirahat. Saat itu juga ada sebuah notifikasi masuk dari nomor yang tidak dikenal. Ketika Arsyam membuka pesan tersebut, rupanya itu dari Aritna.
Arsyam seakan pengen terbang tapi tidak punya sayap. Ia begitu senang tiada dua, wanita yang diidam-idamkan itu tiba-tiba mengajaknya untuk berkenalan. Dengan hati-hati, Arsyam mulai membalasan chatingan itu.
“Assalamualaikum. Hay Arsyam, aku Aritna, teman sekelasmu. Salam kenal ya,” kata Aritna mengawali percakapan.
“Waalaikumsalam. Iya Aritna, salam kenal juga,” jawab Arsyam dengan nada was-was.
Percakapan mereka itu hampir memakan waktu tiga jam. Namun karena didukung dengan penuh rasa kebahagiaan sehingga membuat mereka menjadi tenggelam dalam lautan asmara.
Usai bercerita panjang dengan wanita yang menjadi impiannya itu, Arsyam mulai menggelayut dalam asmara cinta. Rasa kebahagiaannya itu mengepul penuhi seisi ruangan kamar bernuansa klasik itu.
Kepulauan cinta menghanyutkan Arsyam seakan menelusuri sungai Achelous yang panjangnya mencapai 220 Km. Sungai itu seakan menghantarkan Arsyam menelusuri Barat Laut Yunani.
Tanpa sadar, Arsyam mulai terlelap dalam kegelapan. Pagi itu ketika bangun, bahagia masih saja membekas di ingatan. Rasa penasaran itu membuat Arsyam tidak sabar mengungkap cintanya.
Lelaki berbadan ramping itu mulai kembali mengambil handphone miliknya untuk menghubungi Aritna. Ternyata, ungkapan cinta itu berbuah manis karena Aritna juga punya rasa yang sama.
Hati Arsyam senang bukan kepalang. Lewat telepon seluler itu ia berjanji akan menjaga Aritna hingga akhir hayatnya. Pasalnya, Aritna merupakan cinta pertama yang hadir dalam hidupnya.
Setiap hari mereka berdua menghabiskan waktu bersama. Cinta dan sayang mendayu-dayu setiap waktu. Romansa kehidupan seakan berubah menjadi pelangi yang menghiasi kehidupan pencinta dan kekasih itu.
Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Arsyam diam-diam mendatangi keluarga Aritna untuk meminta restu dari orang tua. Niat baik itu rupanya tidak sia-sia. Keluarga besar Kota Daeng itu mulai menjadwalkan tanggal pernikahan.
Tibalah waktu dimana akad nikah itu digelar. Para tamu undangan dibuat terkagum-kagum dengan kecantikan wanita berstatus janda itu. Rasa cinta semakin menggebu-gebu saat melihat calon istrinya mengenakan gaun berwarna merah maroon.
Namun, rasa gembira itu rupanya tidak bertahan lama. Wajah para saksi berubah drastis menjadi tangis. Betapa tidak, saat lantunan ayat suci dikumandangkan, Aritna kembali mengingat sosok ayah yang sudah lama menghadap Sang Illahi.
“Hai Arsyam Kabir, aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan saudara perempuanku, Aritna Nafisari dengan mahar sebesar emas 2 gram dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Aritna Nafisari binti Muhdar Hasan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” jawab Arsyam penuh semangat.
“Bagaimana para saksi, sah? Tanya Agil adik lelaki dari Aritna Nafusari.
“Sahhhhhhhhh,” ucap saksi beramai-ramai.
Setelah itu, Aritna dan Arsyam mulai menjalani bahtera rumah tangga. Demi menghindari kesalahpahaman dengan keluarga, mereka berdua memilih untuk tinggal dikontrakan.
Meskipun mereka masih menempuh bangku pendidikan Strata I, Arsyam dan Aritna tidak pantang untuk menyerah. Selain kuliah, mereka juga memutuskan untuk bekerja bersama.
Kehidupan yang dibaluti dengan kesederhanaan itu tidak semua orang bisa. Karena mereka menganggap bahwa bahagia itu ketika bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan.
Sebab, yang membuat orang menjadi kurang bahagia lantaran terlalu memiliki ekspektasi tinggi atau berlebihan. Sementara, takaran rezeki terhadap setiap manusia telah diatur oleh Tuhan.
“Kita tidak bisa menyalahkan kenyataan. Kenyataan punya ide sendiri untuk menentukan siapa yang berhak diilhami dalam kedudukan derajatnya.” Kata Aritna mengakhiri.(**)