Aksa Drakel
Kebahagiaan itu rupanya berjalan tidak begitu lama. Cinta yang dipelihara dengan erat dan dibaluti penuh kasih sayang tidak menjamin akan bertahan juga.
Padahal, cinta mereka bisa dikatakan bukan lagi seperti umur jagung. Banyak suka duka telah dilewati bersama. Hal Itu dilakukan agar mereka tetap bisa hidup bahagia kedepan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun apa hendak dikata, rencana tuhan memang beda. Semua manusia tidak dapat memprediksinya. Sekalipun semua telah dijaga dan rawat dengan baik.
Malam itu, Sarla sedang mengendarai motor scoopy berwarnah merah. Kepergian Sarla tidak lain dan tidak bukan untuk bertemu dengan pujaan hati, Vires namanya.
Mereka berdua telah membuat janji akan bertemu di salah satu kedai paling ramai di kota itu. Kedai yang diberi nama Daun Malam itu dibuka pada sore hari, pukul 16:00 hingga 23:00 WIT.
Jarak rumah Sarla dan kedai itu cukup lumayan jauh, sekitar 5 Km. Keberangkatannya begitu terburu-buru karena Vires telah menunggunya di kedai tersebut sejam yang lalu.
Merasa tidak enakan karena ditunggu oleh sang kekasih, Sarla akhirnya harus ngebut agar lebih cepat bisa sampai dan bertemu dengan Vires. Sementara Vires tidak sabar ingin bertemu dengan Sarla.
Akhirnya, ia mencoba untuk menghubungi Sarla melalui whatsApp. Setelah tiga panggilan telepon berlalu, Sarla tidak mengangkat telepon itu. Hati Vires mulai jengkel.
Rupanya ia tidak tahu, Sarla sedang dalam perjalanan sehingga panggilannya itu tidak dapat direspon. Ditambah lagi Sarla hanya menggunakan mode getaran.
Namun, ketika Sarla mulai mengetahui itu, karena ia hendak mengisi bensin di salah satu pertamini yang berada di samping jalan raya, Ia lalu kembali menguhubungi Vires.
Vires yang tidak tahu-menahu permasalahannya, marah-marah tidak jelas kepada Sarla. Meskipun begitu, kekasihnya itu enggan merepon karena ia berpikir mungkin hanya miskomunikasi saja.
Sehingga, dengan nada yang santai, Sarla mengatakan bahwa ketika ditelepon selama tiga kali dan kemudian tidak diangkat bukan karena disengajakan, tetapi karena ia sedang dalam perjalanan.
“Sebentar lagi aku udah nyampe sayang, nanti aku jelasin masalahnya lebih detail ke kamu,” singkat Sarla dengan suara manja.
Vires yang sudah terlajur kesal, akhirnya mematikan telepon tanpa memberi salam. Ia mulai ngoceh-ngoceh sendiri tidak jelas. Entah kepada siapa ia bercerita.
Dalam hati Vires, ketika Sarla sampai ia akan memarahinya habis-habisan, hatinya sudah terlanjur kesal tingkat tinggi. Namun tidak disadari, emosinya itu akan berubah menjadi sedih dan duka.
Ketika hendak menyebrang perempatan dekat kedai Daun Malam, Sarla yang terlalu terburu-buru tidak lagi memperhatikan arus lalu lintas yang dilewatinya.
Naasnya, sebuah mobil box berwarnah putih dengan kecepatan tinggi akhirnya menabrak Sarla sehingga terlempar sekitar 10 meter kedepan.
Tabrakan antara kendaraan roda empat dan roda dua itu memantik respon semua pengendara dan pengunjung kedai. Mengapa tidak, bunyi dari tabrakan itu sungguh sangatlah besar.
Sementara, bercak darah Sarla berhamburan di mana-mana. Serentak kawasan sekitar situ mulai memancarkan bauh yang tidak sedap. Orang-orang mulai berdatangan menghampir tubuh yang tidak berdaya itu.
Sarla terbaring tak berdaya di sampaing trotoar, sementara di kepalanya terlihat begitu banyak darah yang mengalir dan rambut yang terurai menutupi wajahnya yang lesu itu.
Vires yang sedari tadi tidak ambil pusing dengan adanya tabrakan itu mulai merasa penasaran, karena begitu banyak orang mulai menghapiri sosok yang terbaring terbujur kaku itu.
Saat hendak melihat sepintas dari balik pintu pagar kedai, Vires rasanya mengenali motor tersebut. Itu menimbulkan rasa penasarannya, karena sedari tadi Sarla belum juga tiba.
Sementara di sisi lain, jatung Vires berdetak tidak biasanya, seperti ada rasa ketakutan yang tiba-tiba menghantui perasaannya. Untuk menghindari rasa itu, Vires hanya berdoa semoga sosok itu bukanlah kekasihnya.
Rasa kesal yang menghantuinya tadi hilang begitu saja, kini digantikan dengan rasa takut. Perlahan ia mulai mendekati sosok tersebut. Sekitar berjarak 10 meter Vires seakan mulai mengenalinya.
Hal itu lantaran ia mengenali helm yang terlepas dari kepala Salra terletak tepat disampingnya. Rupanya helm itu adalah hadiah yang dikasih kepada kekasinya itu.
Saat itu juga, Vires berlari menghampir Sarla. Di sana, ia mulai menangis sambil berteriak memanggil nama Sarla, tidak perduli lagi dilihat banyak orang sembari memanggil taksi mengantarkan sosok tak berdaya itu ke rumah sakit.
Saat sedang menuju rumah sakit, wajah Sarla terlihat sudah begitu pucat, karena terlalu banyak darah yang keluar dari kepalanya. Beruntung, jantungnya masih berdetak pelan.
Sialnya, sesampai di rumah sakit, napas Sarla mulai terhenti sebelum mendapat perawatan dari dokter. Melihat hal itu, Vires tak henti-henti mengeluarkan air mata.
Dimana, sosok yang dicintai itu telah meninggalkannya selama-selamanya di atas panggkuannya sendiri. Vires begitu menyesal atas perbuatannya terhadap Sarla. Tangisannya semakin meroket.
“Sayang, aku minta maaf. Ini semua karena perbuatannku. Tapi kamu kan udah janji akan jelasin permasalahannya kepadaku. Mengapa kamu malah pergi ninggalin aku. Sayang,” ucap Vires dalam tangis.
“Sayang bangun, jangan tinggalin aku. Aku janji tidak akan marah-marah lagi sama kamu. Bulan depan kan kita nikah. Ayo bangun sayang.” Teriak Vires sembari mengusap dahi Sarla.
Setelah kepergian Sarla, Vires mulai jarang keluar rumah, hatinya begitu hancur dikepung oleh rasa penyesalan. Sayangnya waktu tidak bisa diputar kembali dan penyesalan itu selalu menghantuinya.
Tiga bulan telah berlalu, badan Vires terlihat begitu kurus, matanya terlihat begitu hitam. Di atas atap rumah berlantai tiga, Vires masih berdiri meratapi kisah bersama Sarla.
Puffffffff, bercak darah mengalir begitu banyak di depan halaman rumahnya. Vires memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri demi bisa bertemu dengan Sarla dikehidupan selanjutnya.(**)