Hewan Rakus

- Wartawan

Senin, 9 Oktober 2023 - 08:30 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis Cerpen: Ikbar Joisangadji. (Editor Foto JU)

Penulis Cerpen: Ikbar Joisangadji. (Editor Foto JU)

Siang itu, di bawah rimbunnya pohon, Matanya begitu bercahaya, tapi tatapannya penuh kosong. Sesekali mulutnya menyemburkan asap. Rokok surya masih menjadi andalan lelaki berambut keriting itu.

Lano namanya, ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya yang sangat gemar membaca puisi karya-karya sastrawan Indonesia. Hal itu dilakukan demi memberi ketenangan pada dirinya.

Masih ditempat yang sama, Lano mulai melantunkan kata demi kata yang baru saja ditulis. Tulisan itu merupakan hasil dari perihnya patah hati. Kebetulan belum lama ini ia baru saja berpisah dengan kekasihnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kepada pohon aku bersuara, kepada angin aku bercerita, kepada bunga yang hilang entah kemana. Di dunia yang indah semerbak kasturi ini, wajahnya telah hilang di tengah kerinduan hati,” ucap Lano dengan mata tertutup.

Setelah membaca puisi karangannya itu, Lano kembali merenung kisah cintanya, namun untuk menghilangkan ingatan itu, Ia mulai mencari aktivitas lain untuk membunuh kenangan pahit itu.

Hari sudah sore, Lano mulai mengemasi barang-barangnya untuk pulang. Motor matik berwarna hitam yang ditunggangi itu sudah terlihat begitu tua, jarang sekali terurus, tapi sangat membantu saat bepergian kemana saja.

Saat tiba di kosan, Lano mulai beristirahat sejenak sembari membuat secangkir kopi, takarannya sudah tahu pasti. Ini bukan kali pertama ia membuat kopi, sehingga sudah menjadi hal biasa baginya.

Lano mulai meneguk perlahan-lahan. Imajinasinya berterbangan kemana-mana. Setiap kali meminum kopi, Lano selalu saja seperti itu. Memikirkan banyak hal, seperti kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini.

BACA JUGA :  Masuk Lahan Perkebunan, Warga dan Pemerintah Desa Tolak Tambang di Pulau Taliabu 

“Semoga setelah wisuda nanti, hutan masih terlihat begitu hijau, karena aku ingin bersenang-senang dan menghirup segarnya udara, harumnya bunga anggrek. Bahkan, menari bersama alang-alang,” lirihnya dalam hati.

Aku ingin bermanja-manja, mengajak kekasih ku bercinta penuh mesra di daratan Sula. Akan ku basahi tenggorokannya yang kering dengan Air Santosa. Atau ku ajak saja ia mendaki Gunung Loko. Atau membawanya menyusuri Wai Banggo.

Aku ingin melakukan itu semua, sebelum bergelut dengan dunia pekerjaan. Oh, betapa eloknya ciptaan mu tuhan, hanya saja sering diperkosa oleh tangan-tangan penguasa.

Air matanya mulai menetes. Satu persatu bayangan dengan teman-temannya mulai bermunculan. Dimana, saat itu mereka sering mengembara dan menembak burung liar serta mandi di air kali secara bersama. Betapa bahagianya waktu itu.

Namun kini, hutan mereka telah diintai bahaya. Hanya tinggal selangkah lagi mereka akan kehilangan hayati, flora dan fauna. Langit akan dihiasi asap hitam dan mereka akan berevolusi menjadi mutan.

Lano mulai diterpa nestapa, dikarenakan maraknya eksploitasi hutan disertai perampasan ruang hidup di daerahnya yang masif dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.

Hal itu tentu menambah kesedihan di hatinya. Sesekali Lano ingin mengecam keras tindakan tersebut, dan ingin bergerak untuk menolak hal itu, namun ia kembali skeptis mengingat apa yang pernah disampaikan dosennya.

Bahwa, kita hanyalah rakyat jelata yang tak punya kekuatan untuk menolak hal tersebut. Kalimat ini tentu selalu melalang buana di dalam benak Lano.

Baginya, kita begitu kaya dengan berbagai sumber daya alam, tanpa tambang pun kami bisa hidup. Kami punya kelapa, cengkeh, pala dan beragam komoditas lainya. Kami mekar dari sari pati itu semua.

BACA JUGA :  Badut Pilpres 2024

Bahkan, meskipun negara ini mengabaikan kami, aku rasa kami akan sangat baik-baik saja. Bukankah justru dengan adanya tambang malah lebih banyak mudaratnya kan?

Sekali lagi kami tidak butuh tambang, tanpa tambang kami masih bisa hidup. Korporat tak boleh dikompromi dan tambang harus tumbang. Semangat itu semakin membara tertancap di dalam hati Lano.

Sebelum republik ini dibentuk, para leluhur mereka sudah mendiami tanah yang penuh sejarah ini, mereka hidup berasaskan kerja kolektif, tidak ada kelas-kelas maupun otoritas dari siapapun.

Semuanya begitu setara dalam hak dan kebebasan, tidak ada intimidasi apapun, sehingga mereka dapat memanusiakan manusia, menjaga dan melestarikan alam, beserta keanekaragaman kehidupan lainnya.

Sampai datanglah para bangsat-bangsat ini. Negara, kapitalis, korporat yang mengklaim seisi bumi adalah milik mereka, mereka semena-mena membatasi dan merampas hak-hak masyarakat.

Namun begitulah prinsip negara, dengan dalih kemajuan, mereka menghalalkan segala cara demi menciptakan planet emas. Dasar lembaga pemeras rakyat (negara).

Air matanya terus menetes sambil membayangkan, bagaimana kelak anak cucu mereka nanti, apakah bisa menanggung kejahatan ini dari para bajingan negara?

Lamunan itu terhenti lantaran ia dikejutkan dengan seekor lalat yang terjatuh di dalam kopinya yang baru sekali diteguk.

“Sial, hewan ini begitu rakus, sama halnya dengan para korporat. Sudah tahu itu milik orang, masih saja dilahap dengan santai.” Sentilnya penuh amarah. (**)

Penulis : Ikbar Joisangadji

Berita Terkait

Membangun Kota Ternate, Menjaga Khasanah Kie Raha ‘26 Tahun Pemkot Ternate’
Kejahatan Politik Hendrata Thes
Arah Baru Pertarungan Politik Maluku Utara Menuju Puncak Gosale 2024
Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia
2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara
Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara
Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru
Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos

Berita Terkait

Senin, 21 April 2025 - 09:05 WIT

Membangun Kota Ternate, Menjaga Khasanah Kie Raha ‘26 Tahun Pemkot Ternate’

Selasa, 3 Desember 2024 - 12:19 WIT

Kejahatan Politik Hendrata Thes

Rabu, 20 November 2024 - 16:42 WIT

Arah Baru Pertarungan Politik Maluku Utara Menuju Puncak Gosale 2024

Sabtu, 2 November 2024 - 13:18 WIT

Pendidikan Politik Jadi Isu Strategis Menjaga Stabilitas Demokrasi Indonesia

Sabtu, 28 September 2024 - 15:24 WIT

2024: Perebutan ‘Kursi Panas’ Maluku Utara

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 14:50 WIT

Blue Economy Sebagai Mesin Pembangunan Ekonomi Maluku Utara

Jumat, 30 Agustus 2024 - 23:11 WIT

Elang-Rahim: Simbol Kebangkitan Masyarakat Fagogoru

Minggu, 14 Juli 2024 - 12:47 WIT

Mengenal Opo, Anak Muda yang Dipercaya Jadi Jubir Benny Laos

Berita Terbaru