M. Raizul Zikri
Mereka begitu saling mencintai, banyak harapan besar yang telah dilukiskan. Kisah cinta sederhana itu membuat mereka menjadi pasangan yang dewasa.
Hari-hari mereka lalui dengan bahagia, rasa cinta di antara keduanya tumbuh subur bagaikan bunga angelonia ketika diterangi sinar matahari.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Wanita itu bernama Elena, sosok yang begitu dicintai oleh Vijo, lelaki berbadan ramping yang sangat digemari oleh banyak gadis di kampus tempat ia kuliah.
Meskipun begitu, Elena menjadi sosok paling spesial di dalam hati Vijo. Tak sedikitpun imannya menjadi luntur ketika didekati wanita-wanita lain.
Vijo begitu mencintai Elena, apapun akan dilakukannya asal Elena menjadi senang. Hal itu dilakukan semata-semata karena cinta. Cinta membuatnya buta.
Sayangnya, cinta mereka tidak bertahan lama. Peristiwa yang tidak diinginkan itu berawal ketika Elena meminta izin untuk pulang di kampung halamannya.
Sialnya, ketika sampai di kampung, Elena mulai hilang kabar dan tak pernah menghubungi Vijo. Padahal, Elena telah berjanji akan menghubunginya ketika telah sampai.
Situasi itu membuat Vijo begitu bingung, rasa gelisah mulai berdatangan. Tidak seperti biasanya Elena seperti begini. Ia begitu tahu sifat Elena seperti apa.
Lantaran tidak begitu yakin atas perlakukan yang dilakukan oleh Elena, Vijo mulai mencari tahu informasi melalui teman-teman sekampus Elena yang pernah dikenalnya.
Namun, tak satupun teman-teman Elena juga mendengar informasi setelah kepulangannya di kampung. Vijo menjadi bingung, hidupnya begitu berantakan.
Sebulan telah berlalu, kabar dari Elena tidak lagi didengar, namun Vijo masih mengingat betul, saat hendak berpisah, Elena masih sempat memberikan pelukan hangatnya di atas pelabuhan waktu itu.
Elena adalah gadis yang membuat Vijo dengan cepat menjadi jatuh cinta. Makanya ia begitu percaya dengan kata-kata dari salah satu toko penyair cinta yakni Kahlil Gibran.
“Cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh tanpa bantuan musim” kata-kata itu dibenarkan oleh Vijo karena tidak membutuhkan waktu lama ia mulai jatuh cinta.
Mengapa demikian, kedekatan dirinya dengan Elena tidak ada bantuan dari siapapun, namun sangat tidak terbayangkan, ternyata kisah cinta mereka berakhir tanpa isyarat.
Ketika berada dalam kondisi terpuruk seperti itu, Vijo kembali teringat juga dengan kata-kata Kahlil Gibran bahwa, “butuh satu menit untuk naksir seseorang, satu jam untuk menyukai seseorang, dan satu hari untuk mencintai seseorang, tapi butuh seumur hidup untuk melupakan seseorang”.
Di situ, Vijo mulai sadar, walaupun kisah cinta mereka tidak bertahan lama, setidaknya banyak cerita telah lewati bersama. Elena menjadi gadis pertama yang mampu melukiskan bunga dengan sejuta kebahagiaan dalam hidupnya.
Sementara, di sisi lain, Elena juga adalah wanita pertama yang menggoreskan luka begitu perih dalam hidup Vijo. Hal Itu membuatnya menjadi trauma.
Vijo mulai takut untuk jatuh cinta lagi. Bunga yang sempat Elena lukis di dalam hidupnya pun perlahan-lahan mulai terhapus dimakan waktu.
“Melupakan Elena adalah satu-satunya jalan berdamai dengan diri sendiri,” lirihnya dalam hati.(**)