MASIH begitu pagi, matahari belum terlalu panas menyinari bumi, Sekar yang sedari tadi sudah bersiap-siap harus cepat-cepat berangkat ke pengadilan negeri. Sebab, hari itu adalah hari pertamanya untuk magang di kantor tersebut.
Sekar merupakan mahasiswi dari Fakultas Hukum Bojonegara, ia dikenal sebagai mahasiswi kupu-kupu yang tujuan kuliahnya hanya ingin menghindar dari pernikahan dan mendapat gelar sarjana dibelakang namanya.
Bagi kebanyakan orang, mahasiswa hukum itu mahasiswa yang aktif dan kreatif, berbeda dengan Sekar yang sangat menyendiri dan malas berkomunikasi dengan orang-orang lain, akan tetapi dengan sekuat tenaga Sekar bertahan hingga semester 7 dan harus turun magang di sebuah perkantoran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sekar tolong antarkan berkas minutasi ini ke Pak Anam, tadi beliau minta untuk diperiksa terlebih dahulu sebelum diarsipkan,” suruh Pak Rehan.
Sebagai mahasiswi magang yang baru, tentu Sekar tidak bisa menolak mentah-mentah dan tentu harus mengikuti apa yang disuruh Pak Rehan.
Meski dikenal dengan pegawai yang paling sering menyuruhnya, namun Pak Rehan adalah salah satu pegawai yang paling akrab dengan Sekar.
Sekar yang baru saja selesai dengan pekerjaannya kembali disuruh, padahal waktunya adalah makan siang. Dengan wajah sedikit kesal ia tetap terima dan melakukan pekerjaannya.
“Mukanya biasa aja dong Kar. Jangan ditekuk gitu kayak kucing gak dikasih makan setahun, lagi pula mau ketemu Pak Anam mukanya kaya gitu, harus terlihat beutipul dong,” gurau Pak Rehan.
“Apaan sih Pak, kucing gak dikasih makan setahun mati kali. Terus juga beautiful, beautiful beautiful pak,” ucap Sekar.
“Yaa elaaa, kan sama aja intinya. Sudah sana antarkan berkasnya ke Pak Anam, jangan lama bisa-bisa kamu dimarahin. Ingat harus pasang wajah beautiful ya. Siapa tahu jodoh,” cakap Pak Rehan.
Sekar pun langsung meninggalkan Pak Rehan yang selalu saja menjodohkan-jodohkan dengan Pak Anam salah satu hakim yang masih muda dan tampan, umurnya 26 tahun beda tiga tahun dengan Sekar.
Bukan cuman dikenal masih muda dan tampan, Pak Anam juga dikenal dengan hakim yang pintar dan sangat disiplin dan tegas.
Banyak pegawai muda yang mengaguminya, namun ia sangat dingin terhadap pegawai yang terang-terangan mengaguminya itu.
Sesampainya di depan ruangam hakim muda itu, Sekar beberapa kali mengetuk pintu dari luar, akan tetapi tak ada balasan.
Sekar pun memaksakan diri untuk masuk ke dalam ruangan Pak Anam. Saat masuk, Sekar tak melihat siapapun di dalam ruangan itu.
“Apa aku taruh saja di meja, kan tidak ada orangnya,” ujar Sekar.
Saat hendak kembali, tiba-tiba suara Pak Anam menghentikan langkah kaki Sekar.
“Kamu ngapain ke ruangan saya?”
Dengan suara terbata-bata Sekar pun menjelaskan maksud dan tujuannya masuk ke dalam ruangan Pak Anam itu.
“Tunggu,” panggil Pak Anam saat Sekar hendak meninggalkan ruangan itu.
“Bisa saya minta tolong untuk menulis ulang beberapa gugatan pihak yang belum kurang jelas,” suruh Pak Anam.
Rasa-rasanya Sekar ingin menolak itu, tapi lagi-lagi itu sungguh tidak mungkin.
“Tapi bolehkan saya makan siang, setelah itu saya ke sini lagi, pak,” kata Sekar
“Baiklah kamu tidak perlu kerjakan sekarang, kamu bisa bawa balik untuk dikerjakan di rumah setelah selesai besok baru antarkan ke saya,” ucap Pak Anak.
“Baik pak, saya permisi dulu,” ujar Sekar sembari meninggalkan ruangan dengan desaik klasik itu.
Usai jam istirahat, Sekar pun kembali ke kantor. Meski malas dengan pekerjaan tersebut, tapi itulah salah satu syarat agar bisa cepat-cepat menjadi seorang sarjana.
“Tadi Pak Anam menitipkan ini padamu,” kata Pak Rehan diikuti dengan setumpuk berkas-berkas
“Banyak sekali,” tanya Sekar.
“Semangat ya. Ini mau dibawa pulang kan? Katanya besok jam 8 pagi sudah kamu serahkan balik ke beliau. Soalnya mau dipakai di persidangan besok,” cecar Pak Rehan.
“Pak bantuin lah,” ajak Sekar
“Adu nak maaf, malam ini pak lagi ada acara di rumah jadi gak bisa. Kamu kerjakan sendiri ya, kan tidak lama lagi uda mau penarikan,” tuturnya.
“Tapi kalau kamu belum mengerti nanti hubungi aja Pak Anam untuk menanyakan padanya. Tadi belia berpesan begitu,” tambah Pak Rehan.
Usai pulang dari kantor dan tiba di apartemen, Sekar langsung membersihkan diri. Setelah itu, ia dengan rasa malas dan terpaksa membuka lembar per lembar apa yang ditugaskan eh Pak Anam.
Karena tak mengerti dengan berkas-berkas yang ada, Sekar pun langsung menghubungi Pak Anam.
“Maaf pak, maaf mengganggu waktunya. Saya bingung dengan beberapa berkas, bisa bapak jelaskan, pinta Sekar.
Pak Anam pun menjelaskan semua yang ditanya Sekar, dan kembali mengerjakannya. Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 03:20 WIT pagi.
“Astaga sudah selarut ini,” lirih Sekara dalam hati usai melihat waktu pada jam anti air yang dipakainya.
Dengan sedikit kaget, panggilan dihandphone Sekar ternyata masih tersambung.
“Pak, saya sudah menyelesaikan semuanya.”
“Baiklah kalau gitu, silahkan kamu tidur, maaf saya sudah merepotkan kamu.”
“Sekar,” suara dihandphone kembali berbunyi.
“Besok malam kamu ada waktu kan, sebagai tanda terima kasih saya ajak makan malam,” ajak Pak Anam.
Tak menunggu lama, Sekar pun merapatkan badannya ke ranjang dan langsung tertidur pulas. (**)
Penulis : Wahyuni Permata Sula