RAKYATMU.COM – Pertambangan pebatuan atau dengan istilah Galian Golongan C milik mantan Bupati Kepulauan Sula Hendrata Thes di Kali Fahahu, Desa Fat Iba, Kecamatan Sulabesi Tengah, Maluku Utara diduga bermasalah.
Bahkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) patut dipertanyakan, sebab memiliki izin batuan harus melalui beberapa tahap, agar masyarakat tidak merasakan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dan batu bara. Aturan ini terdiri dari lima golongan, salah satunya adalah bebatuan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam PP tersebut menjelaskan bahwa bagi badan usaha, koperasi atau perseorangan yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota.
Syarat utamanya, membuat permohonan, dimana aktivitas pertambangan harus jarak 12 mil dari garis pantai. Kemudian, membuat permohonan kepada Bupati, dengan jarak pertambangan harus 4 mil dari pantai.
Apabila, bagi seseorang yang tidak mengantongi IUP dan melakukan aktivitas pertambangan bisa dikenakan pidana sesuai ketentuan dalam UU No 4 Tahun 2009;
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Namun jarak pertambangan milik Hendrata Thes tidak jauh dari bibir pantai, bahkan dilakukan di Kali Fahahu, Desa Fat Iba, pastinya berdampak pada lingkungan sekitar saat turun hujan.

Di lokasi Galian C terdapat dua perusahaan bernama PT Sinar Agape Indah dan PT Karya Tangguh Selaras. Berdasarkan keterangan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamanan (DLHKP) Kepulauan Sula, bahwa Galian C ini pernah diusut oleh Ditkrimsus Polda Maluku Utara, tetapi bukan diperiksa terkait IUP Batuan melainkan Dokumen UKL-UPL Klaser dan UKL-UPL AMP.
“Waktu itu, Polda juga sudah turun untuk mengecek perusahaan tersebut. Saya juga dipanggil terkait dengan izin perusahaan. Tetapi karena dokumen mereka lengkap menyangkut dengan lingkungan. Jadi ada dua dokumen yakni, UKL-UPL Klaster dan UKL-UPL AMP,” kata Kabid Kajian Amdal dan Tata Lingkungan DLHKP Kepulauan Sula, Muhammad Syahrul Husain pada Rabu (27/3/2024).
Terkait dengan IUP Batuan atau Galian Golongan C, kata Syahrul, bukan kewenangan pemerintah kabupaten tetapi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Menurut dia, dokumen dari perusahaan terkait dengan lingkungan semuanya lengkap.
“Kewenangan kami hanya sebagai pengawasan. Tetapi setelah kami turun ke lokasi ternyata dokumen perusahaan tersebut menyangkut dengan lingkungan semua ada,” ucapnya.
Material Belum Dibayar
Aktivitas pertambangan yang berada di lokasi warga Desa Fat Iba itu, juga dipermasalahkan lantaran Hendrata Thes tidak tepati janji sesuai hasil kesepakatan dengan desa di Tahun 2023.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Fat Iba Harun Selpia, bahawa kesepakatan itu dihitung sesuai pengambilan tanah satu dump truck Rp 60 ribu, kemudian uang tersebut dibagikan kepada desa Rp 20 Ribu, checker Rp 10 Ribu dan pemilik lahan Rp 30 ribu.
Pembayaran tahap pertama, kata Husni, selama satu bulan telah dibayar oleh pemilik Galian C sebesar Rp 5 Juta dan desa mendapatkan satu juta. Lanjut Harun, setelah pembayaran, pihak perusahaan kembali menawarkan kerjasama dengan waktu 6 bulan di tahun 2024.
Namun kerjasama selama enam bulan ini terjadi permasalahan karena pemiliknya tidak membayar fee desa, checker dan pemilik lahan selama dua bulan terhitung dari Januari-Februari. Sedangkan, material yang sudah diangkut sebanyak 1.000 kali menggunakan truck. Jika dijumlahkan bisa mencapai Rp 60 Juta karena dihitung pengangkutan satu dump truck Rp 60 ribu.
“Memang kerjasamanya selama enam bulan tapi beroperasi hanya di bulan Januari-Februari 2024. Dua bulan itu yang belum dibayar oleh pemilik perusahaan tersebut,” ucapnya.
Persoalan ini terus berlanjut hingga mantan Bupati Kepulauan Sula itu memukul warga Fat Iba Husni Usia pada Senin (25/3/2024), lantaran minta fee Rp 10 Ribu per truk. Sebab jalan yang dibuat pihak perusahaan untuk aktivitas Galian C, masuk lahan Husni.
“Padahal hal ini, sudah disampaikan Husni dalam perjanjian dengan pihak perusahaan, karena jalan yang dibuat untuk mengangkut material, masuk lahan milik Husni dan keluarganya. Pastinya dia punya hak untuk minta fee,” pungkasnya. (**)
Penulis : Karman Samuda
Editor : Diman Umanailo