RAKYATMU.COM – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Sula (Kepsul) diminta menetapkan mantan Pelaksana harian (Plh) Sekretaris Daerah Kepsul, Fadila Waridin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi anggaran belanja tak terduga (BTT) tahun 2021 senilai Rp28 miliar.
Desakan tersebut bukan hanya sekadar gertakan semata, tetapi berdasarkan fakta yang terungkap pada saat sidang terdakwa Muhammad Bimbi. Bahkan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate saat itu telah meminta jaksa agar segera menetapkan Fadila Waridin sebagai tersangka.
Namun, hingga sampai sekarang Fadila Waridin belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Tentu ini menjadi pertanyaan besar oleh masyarakat Kepulauan Sula. Terlebih lagi, kinerja JPU Kejari Kepsul dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi BTT ini, mulai diragukan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Betapa tidak, fakta yang terbongkar jelas-jelas menyebutkan Fadila Waridin terlibat dalam melakukan acc dokumen pencairan anggaran Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) senilai Rp5 miliar. Atas hal itulah, majelis hakim meminta agar yang bersangkutan segera ditetapkan sebagai tersangka.
Abdula Ismail, penasehat hukum Muhammad Bimbi menegaskan, Kejari Kepsul harus berlaku adil tanpa memandang bulu dalam mengusut tuntas kasus ini, karena semua fakta telah terbongkar di hadapan majelis hakim. Di mana Fadila Waridin yang berperan dalam melakukan acc dokumen pencairan anggaran.
“Dalam persidangan Muhammad Bimbi itu terlihat jelas kalau pencairan dilakukan dengan dokumen yang tidak lengkap. Yang melakukan acc dokumen itu adalah Fadila Waridin, selaku Plh Sekda saat itu,” kata Abdulah saat diwawancarai, Senin (25/07/2025).
Bahkan, lanjut Abdulah, tiga majelis hakim saat itu telah meminta JPU Kejari Kepsul agar segera menetapkan Fadila Waridin sebagai tersangka akibat kelalaiannya dalam melakukan acc terhadap dokumen pencairan yang tidak layak. Namun sampai sekarang tidak dilakukan oleh JPU Kejari Sula.
“Masa pengadaan BMHP belum ada tetapi anggarannya sudah dicairkan 100 persen sejumlah Rp5 miliar. Padahal barang itu baru tiba di Sanana pada 13 Februari tahun 2022. Sementara anggaran dicairkan pada 2021. Pihak-pihak ini harus dimintai pertanggungjawaban,” desaknya.
Sekadar informasi, dalam kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate sebelumnya sudah menjatuhkan vonis terhadap Muhammad Bimbi. Ia dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun kurungan penjara.
Lantaran tidak puas dengan putusan itu, pihak JPU Kejari Kepsul lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara. Hasilnya, Bimbi kembali divonis 3 tahun kurungan penjara. Putusan tersebut tentu lebih tinggi dari putusan tingkat pertama, yakni di Pengadilan Negeri Ternate.
Untuk diketahui, anggaran BTT Covid-19 yang dialokasikan tahun 2021 itu senilai Rp28 miliar. Dalam kasus ini, penyidik telah periksa saksi tambahan, salah satunya anggota DPRD Kepsul bernama Lasidi Leko. Sementara Muhammad Yusril yang masuk dalam DPO berhasil ditangkap tim Kejari Kepsul.
Tersangka Yusril ditangkap di Kota Makassar pada Senin 30 Juni 2025, dan langsung dibawa ke Kota Ternate oleh tim setelah hampir 4 bulan menjadi buronan. Penetapan DPO itu berdasarkan Surat Kepala Kejari Sula nomor: TAP-11A/Q.2.14/FQ.1/03/2025 tertanggal 17 Maret 2025.
Berdasarkan laporan hasil audit oleh BPKP Malut nomor PE.03.03/SR/S-1871/PW33/5/2023 pada 11 September 2023 atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana BTT penanganan Covid-19 di Dinas Kesehatan Kepsul terkait pengadaan BMHP dengan kerugian negara sebesar Rp.1.622.840.441,00.
Saat ini, terpidana Muhammad Yusril sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Ternate, Kelurahan Jambula, Kecamatan Ternate Pulau, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara sembari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate. (**)
Editor : Redaksi