RAKYATMU.COM – Terdakwa Muhammad Yusril membongkar keterlibatan Andi Muhammad Khairul Akbar alias Puang dalam kasus dugaan korupsi anggaran belanja tak terduga (BTT) Covid-19 di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) tahun 2021 senilai Rp28 miliar.
Tidak hanya itu, sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ternate itu juga terungkap kalau uang hasil dugaan korupsi itu mengalir ke Puang senilai Rp5 miliar dan Rp200 juta, bahkan kaki tangan Puang bernama Adi Maramis juga ikut menerima uang sebesar Rp100 juta.
Semua bukti itu terungkap setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kepsul mulai menunjukkan bukti koran yang didapatkan dari pihak Bank kepada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate dan disaksikan dua anggota lainnya serta penasehat hukum terdakwa Muhammad Yusril.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bukti itu ditunjukkan lantaran Puang selalu membantah semua fakta persidangan yang sudah diakui oleh sejumlah saksi sebelumnya. Di mana, ia mengatakan kalau tidak pernah terlibat dalam pengadaan bahan medis habis pakai (BMHP) senilai Rp5 miliar tersebut di Kepsul.
Bahkan, membantah uang senilai Rp200 juta yang diberikan kepada Lasidi Leko untuk diserahkan ke Muhammad Bimbi agar memberikan kepada oknum jaksa untuk menghentikan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Padahal, semua itu sudah terbongkar di sidang sebelumnya.
“Jadi saudara tidak mau mengakui, padahal fakta persidangan sebelumnya sudah kita kantongi. Saya tidak memaksakan bapak, tapi jangan membuat fakta jadi kabur. Semua sudah terungkap di sidang kemarin, sampai ada uang Rp200 juta untuk tutupi ini dan tutupi itu,” tegas hakim.
Meskipun fakta persidangan sudah jelas-jelas mengungkap keterlibatan Puang dalam kasus yang merugikan keuangan senilai miliaran rupiah itu, namun ia tetap bersikeras membantahnya. Bahkan, Puang menyatakan kalau ada pembuktian terkait keterlibatannya maka ia siap terima resikonya.
“Apakah saudara pernah menyuruh Adi Maramis untuk bertemu dengan Bimbi dan Lasidi Leko? Karena Bimbi telah mengaku kalau ia pernah bertemu dengan Adi Maramis yang merupakan utusan dari bapak. Faktanya begitu. Jangan terlalu putar-putar, jangan sampai bapak terseret,” ucap hakim.
Sementara, Adi Maramis saat dicecar majelis hakim juga membantah semua keterlibatannya dalam kasus pengadaan BMHP tersebut. Tidak hanya itu, Adi juga mengatakan kalau tidak pernah bekerja di PT.HAB Lautan Bangsa, dan tidak pernah bertemu dengan Muhammad Bimbi di Kepulauan Sula.
“Fakta kalau saudara itu adalah suruhan Puang untuk bertemu dengan Bimbi membahas tentang pengadaan BMHP ini. Kamu juga direkomendasikan oleh Puang untuk bertemu dengan Pokja, karena ini jaman Covid sehingga tidak melalui tender, tetapi penunjukan langsung,” tegas hakim.
“Kamu itu sudah disebutkan ulang-ulang oleh Lasidi Leko maupun Bimbi. Kamu adalah orangnya Puang yang menjadi tim negosiasi di sana (Kepulauan Sula), sehingga itu sudah menjadi fakta di persidangan ini, jadi tidak perlu kamu membantah. Hati-hati,” tambah hakim.
Tidak sampai di situ, hakim juga memberikan kesempatan kepada terdakwa Muhammad Yusril untuk memberikan hak jawab atas semua bantahan Puang dan Adi Maramis. Yusril lantas mengaku kalau semua kesaksian yang diberikan oleh mereka berdua adalah bohong.
Betapa tidak, pekerjaan yang dilakukan oleh PT. HAB Lautan Bangsa merupakan arahan langsung dari Puang, bahkan dari pengurusan administrasi hingga pencairan anggaran BMHP diketahui oleh Puang. Kemudian penandatanganan perjanjian kontrak dimanipulasi Adi Maramis tanpa sepengetahuan Yusril selaku Direktur.
“PT. HAB Lautan Bangsa itu semua arahan dari Puang. Kemudian pengurusan administrasi dan pencairan anggaran pengadaan BMHP ini semua diurus oleh Adi Maramis, dan itu diketahui oleh Puang. Jadi saya hanya numpang nama saja sebagai Direkturnya karena diminta oleh Puang,” tuturnya.
Sebelumnya, sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Ternate itu menganggap terdakwa Yusril secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi anggaran pengadaan bahan medis habis pakai (BMHP) senilai Rp1 miliar lebih.
Akibat perbuatan Yusril, masyarakat Kepulauan Sula tidak dapat menikmati fasilitas bahan medis yang menjadi hak ketika berada dalam situasi dan kondisi pandemi Covid-19. Perbuatan itu dianggap memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara.
Hal ini tercantum dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Maluku Utara dengan nomor: PE.03.03/SR/S-1871/PW33/5/2023 tertanggal 11 September 2023.
Perbuatan terdakwa diancam Pasal 3 junto Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP.
Sekadar informasi, dalam kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate sebelumnya sudah menjatuhkan vonis terhadap Muhammad Bimbi. Ia dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun kurungan penjara.
Lantaran tidak puas dengan putusan itu, pihak JPU Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara. Hasilnya, Bimbi kembali dijatuhkan 3 tahun penjara. Putusan tersebut tentu lebih tinggi dari putusan tingkat pertama.
Untuk diketahui, anggaran BTT Covid-19 yang dialokasikan tahun 2021 sebesar Rp28 miliar. Anggaran ini lalu dikelola dua instansi yakni, Dinas Kesehatan Kepulauan Sula sebesar Rp26 miliar dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Sula Rp2 miliar.
Dalam kasus ini, penyidik juga sudah memeriksa saksi tambahan, salah satunya adalah anggota DPRD Kepulauan Sula bernama Lasidi Leko. Sementara Muhammad Yusril yang masuk dalam DPO berhasil ditangkap tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Sula.
Tersangka Yusril ditangkap di Kota Makassar pada Senin 30 Juni 2025, dan langsung dibawa ke Kota Ternate oleh tim setelah hampir 4 bulan menjadi buronan. Penetapan DPO itu berdasarkan Surat Kepala Kejari Sula nomor: TAP-11A/Q.2.14/FQ.1/03/2025 tertanggal 17 Maret 2025.
Berdasarkan laporan hasil audit oleh BPKP Malut nomor PE.03.03/SR/S-1871/PW33/5/2023 pada 11 September 2023 atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana BTT penanganan Covid-19 di Dinas Kesehatan Kepulauan Sula terkait pengadaan BMHP dengan kerugian negara sebesar Rp.1.622.840.441,00.
Saat ini, tersangka Muhammad Yusril sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Ternate, Kelurahan Jambula, Kecamatan Ternate Pulau, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara sembari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate.
Editor : Tim Redaksi