Memilikimu adalah Fatamorgana
M. Raizul Zikri
Kita kembali bertemu di taman nukila, hati ini mulai kembali luluh, tatapan mata incess yang sendu itu tidak pernah berubah, aku mulai bertanya kepadanya, “kenapa kamu pergi begitu saja, incess?”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Aku tidak ingin kamu tersakiti, raizul”. Jawabnya membuat ku bingung, ada apa di balik semua jawaban ini, suasana menjadi kaku, aku bersama Iman meninggalkannya.
“Raizul kamu kenapa?”
“Aku tidak apa-apa, iman,” jawabku pelan.
Perjalanan pulang pandangan ku selalu ke arah Pulau Maitara dari kejauhan pantai tampak berkelip pamerkan cahaya.
“Sudah jangan berharap kepada sesuatu yang nantinya membuatmu terluka raizul,”
“Iman apakah kamu tahu tentang incess?”
Nampaknya ada sesuatu yang iman sembunyikan dari ku, perlahan-lahan aku coba untuk mencari tahu.
“Katakan apa yang kamu sembunyikan dari ku iman? katakan saja!”
“Tidak, tidak ada sesuatu yang kusembunyikan darimu raizul, aku hanya ingin hidup mu damai”.
Jawab iman dengan suara yang terdengar gemetar dan psikologi iman yang nampak berbohong.
Aku hanya berpura-pura percaya. Baiklah aku sudah tidak lagi berpikir tentang incess. Hidupku harus kembali damai seperti apa yang iman katakan. Walaupun ia berbohong tetapi itu yang harus kulakukan, tidak selamanya aku berharap kepada incess.
Aku mulai kembali menulis puisi tapi bukan lagi tentang incess.
Hari demi hari hidupku hanya di komunitas atau yang di kenal sanggar sau, imajinasi liar ku selalu hadir ketika aku duduk bersama anak-anak sanggar sau.
Sore penuh jingga yang indah terlihat dari atas sekret sanggar sau, tak lama awan mulai gelap.
Tampaknya mau hujan, aku harus kembali ke kosan.
Sesampainya aku di kosan, Iman berjalan mendekatiku lalu memberikan selembar kertas putih.
“Ini ada undangan buat mu raizul,”
“Iyah taru saja di situ iman,”
“Kamu harus baca, ini penting untuk mu raizul”.
Pikirku undangan itu untuk sanggar sau yang akan tampil di kegiatan pentas seni, nampaknya ini adalah undangan pernikahan incess.
Hati ku mulai rapuh, senyum yang hampir mekar mulai redup, malam yang seharusnya damai dan tenang kini sudah tidak lagi, dan kenangan bersama incess selalu menghantui ku.
Sudah seharusnya melupakan incess, aku tidak boleh seperti ini terus,
Puisi-puisi untuk incess di lemari lama pun aku buang dan bakar, Mungkin ini adalah jalan terbaik untuk ku.
Sebab memilikimu adalah fatamorgana yang tidak bisa menjadi nyata.
Aku patah. (**)
Cerpen Ini Merupakan Lanjutan Cerita dengan Judul: Kisah Cinta Tak Terucap.