RAKYATMU.COM – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut praktik korupsi di sektor pertambangan di Maluku Utara. Pasalnya, ada 54 izin usaha pertambangan (IUP) diduga diobral oleh Gubernur Abdul Gani Kasuba.
Diketahui, selama dua periode masa kepemimpinan Abdul Gani Kasuba ikut serta dalam proses penerbitan IUP, pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pembiaran operasi perusahaan tambang yang melanggar regulasi.
“Abdul Gani Kasuba sesungguhnya tidak hanya sebatas terlibat dalam pelelangan jabatan dan pengadaan barang dan jasa, tetapi juga mengobral 54 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara,” kata Koordinator JATAM Melky Nahar dalam keterangan tertulis pada Kamis (21/12/2023).
Melky menjelaskan pada periode pertama tahun 2014 sampai 2019 Abdul Gani Kasuba menerbitkan 26 IUP dan pada periode kedua pada tahun 2018 sampai 2023 juga menerbitkan 36 IUP tanpa melalui kajian dari aspek lingkungan maupun hukum.
Hal tersebut melanggar undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, yang direvisi menjadi undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2015 Tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Penerbitan izin tambang pada tahun politik ialah sebagai bagian dari praktik ijon politik, dimana Abdul Gani Kasuba berkepentingan mendapatkan dana operasional kampanye, sementara perusahaan berkepentingan mendapat jaminan hukum atas keberlanjutan investasi,” ungkapnya.
“Izin-izin tambang yang bermasalah itu, empat di antaranya dikeluarkan kepada PT Halmahera Jaya Mining, PT Budhi Jaya Mineral, CV Orion Jaya, dan PT Kieraha Tambang Sentosa. PT Budhi Jaya Mineral merupakan anak perusahaan Harita Group yang beroperasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan,” sambungnya.
Selain itu, pada tahun 2022 Abdul Gani Kasuba merekomendasikan ke Kementerian ESDM untuk memunculkan 13 IUP di aplikasi MODI dan MOMI Kementerian ESDM, Maka langkah tersebut patut dibaca sebagai bagian dari transaksi gelap kepentingan perusahaan tambang. (**)
Penulis : Haerudin Muhammad
Editor : Diman Umanailo