RAKYATMU.COM – Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara diduga jadi sarang tikus kantor atau korupsi. Hal ini dibuktikan dengan temuan BPK Perwakilan Maluku Utara atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kurang lebih senilai Rp 1,122 Triliun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Maluku Utara, Bachtiar Husni mengatakan, nilai temuan BPK terbilang sangat fantastis terkait penggunaan anggaran, mulai dari pengadaan barang, perjalanan dinas, belanja makan minum dan lainnya. Anggaran yang terpakai tersebut tidak berdampak positif terhadap daerah.
Bachtiar meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara untuk segara melakukan penyelidikan kepada OPD–OPD provinsi yang terlibat dugaan tindak pidana korupsi, yang merugikan daerah triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebenarnya tidak memberikan dampak positif kepada daerah ini. Apalagi mencapai triliunan, kami sangat disesalkan. Maka indikasi adanya korupsi atau penyalahgunaan anggaran, oleh sebab itu, Kepala Kejati Maluku Utara dapat melihat ini sebagai atensi,” katanya pada Sabtu (11/11/2023).
“Untuk kemudian melakukan proses penyelidikan terhadap OPD yang terlibat, karena merugikan daerah akibat dari ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” sambungnya.
Bachtiar mengatakan, Kejati harus melakukan penyelidikan terkait temuan BPK, karena dalam proses penggunaan anggaran sangat tidak wajar yang merugikan daerah begitu banyak.
“Apalagi tidak membawa dampak signifikan terhadap daerah lebih maju. Selain itu, tidak ada laporan pertanggungjawabannya, maka sudah menjadi hal yang cukup bagi penyidik di Kejati untuk melakukan proses penyelidikan terhadap kasus ini,” tuturnya.
Ketika dalam proses penyelidikan, kata Bachtiar, kemudian ditemukan adanya proses penyalahgunaan anggaran, maka penyidik akan meningkatkan status dari proses penyelidikan ke penyidikan dan memeriksa kembali oknum–oknum yang terlibat untuk ditetapkan sebagai tersangka yang bisa dimintai pertanggung jawaban pidana.
“Kalaupun ternyata temukan penyalahgunaan anggaran maka diproses hukum saja karena ini jelas sangat merugikan daerah. Penyidik harus turun untuk kemudian melakukan pemeriksaan kepada oknum–oknum yang memakai anggaran, yang ditemukan pihak BPK untuk dilakukan proses penyelidikan lebih jauh,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya, belanja barang, di antaranya belanja perjalanan dinas, belanja makan minum rapat, belanja lembur, honorarium dan belanja barang sebesar Rp11,33 miliar. Selanjutnya belanja tidak terduga sebesar Rp 5,91 miliar, yang tidak didukung dengan bukti pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang lengkap dan sah.
Mutasi tambah aset tetap senilai Rp 224,91 miliar, tidak dapat ditelusuri dan dijelaskan dokumen sumbernya secara rinci serta belanja barang dan belanja bunga sebesar Rp 108,66 miliar, belum dapat dikapitalisasi sebagai penambah saldo per jenis aset tetap.
Kemudian, saldo kewajiban jangka pendek sebesar Rp 715,08 miliar, di antaranya sebesar Rp131,54 miliar, merupakan utang belanja dan utang jangka pendek lainnya yang tidak didukung dengan dokumen sumber pengakuan utang, antara lain bukti realisasi fisik dan keuangan maupun dokumen perikatan yang sah.
Selain itu, Kabupaten Pulau Taliabu ditemukan ketekotan kas tahun 2019 senilai RP 57 miliar. Namun hingga tahun 2022 baru terselesaikan sekitar Rp 20 miliar, maka akan berpotensi mendapatkan WDP karena tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK. (**)
Penulis : Haerudin Muhammad
Editor : Diman Umanailo