RAKYATMU.COM – Pengadilan Negeri Ternate kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi Belanja Tak Terduga (BTT) di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) tahun 2021 senilai Rp 28 miliar dengan terdakwa Direktur PT. HAB Lautan Bangsa, Muhammad Yusril.
Sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Sula menghadirkan 7 orang saksi di antaranya, pengurus barang Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepsul bernama Andi, staf pengantar barang, Alipin Aufat.
Kepala Puskesmas Desa Dofa, Jumadi Julkifli, mantan Kepala Puskesmas Desa Fuata, Ikbal Soamole, mantan Kepala Puskesmas Waiboga, Nurlaila Umakaapa, mantan Kepala Puskesmas Desa Falabisahaya, Siti Hajar Fataruba, mantan Kepala Puskesmas Desa Pohea, Dahlan Gailea.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sidang yang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi tersebut dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Ternate, Kadar Noh dan didampingi dua hakim anggota lainnya. Sidang itu dimulai sejak pukul 14.00 WIT hingga selesai.
Andi saat dicecar hakim terkait pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) senilai Rp 5 miliar itu mengaku diterima pada 13 Februari tahun 2022. Meskipun begitu, barang yang disediakan oleh PT. HAB Lautan Bangsa itu tidak diketahui jumlah keseluruhan.
Bahkan tidak ada Berita Acara Serah Terima (BAST) barang yang disiapkan oleh Dinkes Kepsul. BMHP yang masuk di gudang Dinkes itu semua akan dihitung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Itu atas perintah Kepala Dinkes (Kadinkes) Sula, Suryati Abdullah.
“Saya tidak bisa menghitung sendiri, karena barangnya banyak sekali, sementara kita yang berada di gudang cuma dua orang. Waktu penghitungan harusnya ada PPK. Pekerjaan itu tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP),” katanya, Jumat (22/08/2025).
Alhasil, terdapat selisih antara BMHP yang dipesan kepada pihak perusahaan dan diterima oleh sejumlah puskesmas. Tetapi itu tidak diketahui oleh Andi selaku pengurus barang di gudang Dinkes Kepsul. Saat BMHP tersebut tiba tidak pernah dihitung oleh PPK.
Tidak hanya itu, alat kesehatan yang seharusnya disalurkan kepada seluruh puskesmas di Kepsul malah digunakan untuk kepentingan festival tanjung waka. Ironisnya, sebagian BMHP yang didistribusikan itu tidak dibuatkan berita acara.
Tindakan sepihak yang dilakukan oleh Andi itu diketahui atas perintah Kadinkes Kepsul, Suryati Abdullah. Padahal ini menyangkut keuangan negara, barang yang dibelanjakan menggunakan uang negara, namun tidak sertakan berita acara penerimaan.
Sementara, Alipin Aufat, selaku staf pengantar barang mengaku, dirinya ditugaskan untuk mengantar barang di tiga Puskesmas, yakni Waiboga, Baleha, dan Fuata. Alat kesehatan yang diantar itu berjumlah 20 dus pada bulan September tahun 2022.
Padahal, BMHP yang diterima 5 Puskesmas hanya 18 dus. Seperti pengakuan Kepala Puskesmas Dofa bahwa, bantuan itu berjumlah 18 dus, tidak ada BAST barang. Hal senada diakui mantan Kepala Puskesmas Desa Fuata, Waiboga, Falabisahaya, dan Pohea.
BAST barang tersebut diterima dua minggu kedepan setelah mereka sedang mengikuti salah satu agenda di Kantor Dinkes Kepsul sehingga diberikan BAST barang tersebut untuk ditandatangani masing-masing kepala puskesmas.
5 kepala puskesmas yang dihadirkan sebagai saksi ini terkesan kompak dalam menjawab semua pertanyaan dari majelis hakim. Mulai dari jumlah barang yang diterima, tidak ada BAST, alat kesehatan yang diterima semua melalui staf.
Kemudian, anggaran yang digunakan untuk melakukan pengadaan BMHP senilai Rp 5 miliar itu juga tidak diketahui sumber anggarannya. Hal itu baru diketahui setelah mereka diperiksa oleh penyidik Kejari Kepulauan Sula.
Sekadar informasi, dalam kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate sebelumnya sudah menjatuhkan vonis terhadap Muhammad Bimbi. Ia dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun kurungan penjara.
Lantaran tidak puas dengan putusan itu, pihak JPU Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara. Hasilnya, Bimbi kembali dijatuhkan 3 tahun penjara. Putusan tersebut tentu lebih tinggi dari putusan tingkat pertama.
Untuk diketahui, anggaran BTT Covid-19 yang dialokasikan tahun 2021 sebesar Rp 28 Miliar. Anggaran ini lalu dikelola dua instansi yakni, Dinas Kesehatan Kepulauan Sula sebesar Rp 26 Miliar dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Sula Rp 2 Miliar.
Dalam kasus ini, penyidik juga sudah memeriksa saksi tambahan, salah satunya adalah anggota DPRD Kepulauan Sula bernama Lasidi Leko. Sementara Muhammad Yusril yang masuk dalam DPO berhasil ditangkap tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Sula.
Tersangka Yusril ditangkap di Kota Makassar pada Senin 30 Juni 2025, dan langsung dibawa ke Kota Ternate oleh tim setelah hampir 4 bulan menjadi buronan. Penetapan DPO itu berdasarkan Surat Kepala Kejari Sula nomor: TAP-11A/Q.2.14/FQ.1/03/2025 tertanggal 17 Maret 2025.
Berdasarkan laporan hasil audit oleh BPKP Malut nomor PE.03.03/SR/S-1871/PW33/5/2023 pada 11 September 2023 atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana BTT penanganan Covid-19 di Dinas Kesehatan Kepulauan Sula terkait pengadaan BMHP dengan kerugian negara sebesar Rp.1.622.840.441,00.
Saat ini, terpidana Muhammad Yusril sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Ternate, Kelurahan Jambula, Kecamatan Ternate Pulau, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara sembari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate. (**)
Penulis : Oky
Editor : Redaksi