RAKYATMU.COM – Sidang dugaan pemalsuan dokumen Bacaleg DPD PAN Kota Tidore Kepulauan, masuk pembacaan tuntutan terdakwa yang akan dihelat pada Senin (16/10/2023) besok.
Walau telah masuk pembacaan tuntutan, namun persidangan tersebut cukup menyedot perhatian masyarakat, terlebih lagi kalangan praktisi.
Praktisi Hukum Maluku Utara, Hendra Kasim kepada media ini mengaku, ada yang aneh dari kasus partai matahari putih itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Menurut saya, agak aneh kalau hanya operator yang ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang diproses di persidangan,” ungkap Hendra, Minggu (15/10/2023).
Ia menjelaskan, bahwa operator silon itu sifatnya hanya menginput data yang disiapkan oleh partai.
Terdakwa menjalankan tugasnya sesuai perintah dan arahan pimpinan partai, sehingga, mustahil jika ia melakukannya atas inisiatif sendiri tanpa koordinasi.
“Tapi kalau diperintah oleh pimpinan partai, seharusnya pimpinan partai yang mengarahkan juga diproses,” tegas Hendra.
Dalam pidana dikenal istilah pelaku yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doen pleger), turut serta melakukan (medepleger), dan menganjurkan atau menggerakan melakukan (uitlokker), sementara yang dipidana sebagai pembuat (dader).
Dalam kasus PAN ini, kata dia, operator silon di posisi pleger. Sementara, untuk pengurus partai yang diduga memerintahkan terkualifikasi, yakni sebagai doen pleger.
“Jadi dalam kasus ini, semua pihak ini harus bertanggung jawab. Tidak bisa hanya terdakwa,” ujarnya.
Ia bilang yang dipertanyakan saat ini, yaitu siapa yang memalsukan dokumen? Apakah operator silon? Ataukah pengurus partai? Sementar, terdakwa hanya seorang operator silon yang bertugas mengunggah.
“Apakah inisiatif dia atau dia juga menerima foto itu dari pengurus partai lalu diupload? Yah, isu hukumnya saya pikir di situ,” sentilnya.
Sebelumnya, saksi yang juga Ketua PAN Tidore Umar Ismail memang mengakui telah memerintahkan terdakwa, untuk menginput data dan foto Mindrawati ke nama Siti yang saat itu tercatat sebagai Bacaleg PAN. Namun diketahui, foto dan nama nyatanya dimanipulasi oleh terdakwa.
Mirisnya lagi, arahan Umar Ismail ke Ibnu justru menjerumuskan Ibnu menjadi tersangka oleh Polresta Tidore. Sementara, posisi Umar, sampai saat ini hanya sebagai saksi.
Apabila, JPU tidak bisa mendefinisikan manipulasi foto masuk ke kategori dokumen, mengapa kasus ini harus disidangkan? Ini pun, bisa jadi tanda tanya besar untuk pihak jaksa.
“Ini kan ada pengakuan kalau foto berasal dari pengurus partai. Harusnya pengakuan ini didalami. Jika jaksa sulit mendefinisikan memalsukan foto masuk sebagai kualifikasi dokumen atau tidak. Mengapa kasus ini bisa disidangkan. Itu berarti ada keyakinan, jika foto bagian dari yang dimaksud dokumen,” bebernya.
Ditanya apakah ada potensi muncul tersangka baru, Hendra menuturkan, fakta persidangan menentukan apakah ada tersangka baru atau tidak. sementara foto, itu bisa diskualifikasi sebagai pemalsuan dokumen.
Kasus ini masih ada beberapa tahapan, sehingga ia memilih menunggu hasil persidangan.
“Kita lihat saja nanti, bagaimana fakta persidangan nanti,” tandasnya. (**)
Penulis : Aidar Salasa
Editor : Diman Umanailo